Dari Ferdinand Marcos Hingga Gotabaya Rajapaksa: Deretan Pemimpin Negara Yang Kabur Dari Negaranya, Ada Yang tewas Dibom

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 28 Juli 2022 | 14:54 WIB
Dari Ferdinand Marcos Hingga Gotabaya Rajapaksa: Deretan Pemimpin Negara Yang Kabur Dari Negaranya, Ada Yang tewas Dibom
Gotabaya Rajapaksa sebelum dilantik menjadi Presiden Sri Lanka pada Senin (18/11/2019) waktu setempat. (Foto: AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setelah aksi protes besar-besaran selama berbulan-bulan, Gotabaya Rajapaksa akhirnya melarikan diri dari Sri Lanka. Dia terbang ke Maladewa sebelum ke Singapura pada pertengahan Juli 2022.

Dari Singapura ia mengirim surat pengunduran diri sebagai presiden Sri Lanka. Belum jelas sampai kapan ia menetap di sana.

Pemerintah Singapura hanya menyatakan bahwa Rajapaksa berkunjung “dalam kapasitas sebagai pribadi”. Sudah ada permintaan kepada kejaksaan Singapura untuk menangkap Rajapaksa atas perannya dalam perang saudara.

Muncul juga laporan ia mungkin akan mengasingkan diri ke Arab Saudi atau Uni Emirat Arab. Rajapaksa menambah panjang daftar pemimpin negara yang melarikan diri.

Baca Juga: Negara Bangkrut, Presiden Kabur, Perempuan di Sri Lanka Beralih Jadi Pekerja Seks

Berikut beberapa di antara mereka dan bagaimana nasib mereka setelah hengkang dari negaranya.

Ferdinand Marcos

Ferdinand Marcos
Ferdinand Marcos

Pada 1986, Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan, mendesak Presiden Filipina, Ferdinand Marcos, untuk mundur dan menerima tawaran mengasingkan diri ke Hawaii. Nasihat ini dikirim setelah terjadi aksi protes besar-besaran menentang Marcos setelah ia mengeklaim menang pemilu, sedangkan banyak pihak meyakini pemilu berlangsung curang.

Guru besar ilmu politik di Northwestern University, Abel Escriba-Folch, mengatakan tawaran Reagan untuk Marcos bisa dipahami karena Filipina adalah bekas jajahan AS.

Selain itu juga ada alasan strategis lain. “Marcos adalah sekutu anti-komunis penting ... ia menerima dukungan ekonomi dan militer yang besar dari Amerika,” ujar Escriba-Folch.

Baca Juga: Berdiam di Singapura, Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Diberi Batas Waktu Tinggal 14 Hari

Lebih dari itu, tawaran pengasingan diri dimaksudkan agar peralihan kekuasaan dari diktator ke pemerintahan berikutnya bisa berjalan mulus.

Pemerintahan Marcos diwarnai oleh pembunuhan lawan-lawan politik, pelanggaran besar-besaran hak asasi manusia, korupsi, dan skandal belanja sang istri, Imelda, sementara jutaan rakyat hidup miskin dan negara dililit utang yang menggunung.

Marcos akhirnya tumbang pada 25 Februari 1986 dan melarikan diri ke Hawaii. Ia menetap di sini sampai meninggal dunia pada 28 September 1989.

Noda hitam yang ditorehkan Marcos di lembaran sejarah Filipina ternyata tak menghalangi keluarganya untuk tampil kembali di panggung politik negara tersebut.

Anaknya, Ferdinand Marcos Jr, lebih dikenal dengan Bonbong, menang besar dalam pemilu Mei 2022 dan telah dilantik menjadi presiden, sekaligus melanjutkan dinasti politik yang dirintis sang ayah.

Benazir Bhutto dan Nawaz Sharif

Benazir Bhutto [Asif Hassan/AFP]
Benazir Bhutto [Asif Hassan/AFP]

Iklim politik berbeda dari satu negara ke negara lain dan karenanya ada pemimpin yang lebih sering mengasingkan diri dibandingkan pemimpin di negara lain.

Ini yang dialami politisi kenamaan Pakistan, Benazir Bhutto.

Ia dipaksa mengasingkan diri dua kali. Dan dua-duanya memberinya kesempatan untuk menjadi perdana menteri: 1988-1990 dan 1993-1996.

Di puncak popularitasnya, tak lama setelah untuk pertama kalinya menang pemilu, ia adalah salah satu pemimpin perempuan paling dikenal di dunia.

Rapat-rapat akbar yang ia hadiri selalu penuk sesak.

Namun dua kali pula ia harus dipecat oleh presiden dengan tuduhan korupsi.

Ia meninggal dunia dalam bom bunuh diri pada 2013 bersama sang ayah dan dua saudara laki-laki.

Tokoh yang dua kali menggantikan Bhutto adalah Nawaz Sharif.

Ia digulingkan militer pada 1999 dan mengikuti jejak Bhutto dengan mengasingkan diri ke Arab Saudi.

Selang 14 tahun kemudian, Sharif memimpin kekuatan oposisi dan memenangkan pemilu untuk ketiga kalinya.

Pada 2017, ia dipaksa mengakhiri karier politik setelah Mahkamah Agung melarangnya menjadi pejabat publik menyusul pengungkapan Panama Papers.

Di dokumen ini, Sharif dituduh menyembunyikan kekayaan keluarga.

Baik Bhutto maupun Sharif sama-sama dipaksa mengasingkan diri oleh jenderal bernama Pervez Musharraf.

Dan Musharraf pun harus pula mengasingkan diri.

Ayatollah Khomeini dan Reza Pahlavi

Mendiang pemimpin politik dan agama Iran, Ayatollah Khomeini. (Foto: AFP)
Mendiang pemimpin politik dan agama Iran, Ayatollah Khomeini. (Foto: AFP)

Ruhollah Khomeini dikenal sebagai tokoh agama Iran yang menentang dan kemudian menggantikan rezim pro-Barat pimpinan Shah Mohammed Reza Pahlavi.

Saat ia berada di tampuk kekuasaan, Khomeini mengubah negara menjadi Republik Islam dan lahirlah Iran seperti yang kita kenal sekarang.

Baik Khomeini dan Pahlavi sama-sama pernah berada di pengasingan.

Bagi Khomeini, ini terjadi pada 1964 hingga 1979. Kritiknya yang tajam membuat ia harus mengasingkan diri ke Turki, Irak, dan kemudian Prancis.

Dari Prancis, ia menyerukan para pendukung untuk menggulingkan pemerintahan Pahlavi.

Pada saat yang bersamaan, pemerintahan Pahlavi makin tidak populer di mata rakyat. Pecah kerusuhan, mogok, dan demonstrasi di mana-mana.

Pada Januari 1979, pemerintahannya ambruk, memaksa Pahlavi dan keluarganya melarikan diri.

Pada 1 Februari 1979, Khomeini kembali ke Iran dan mendapat sambutan gegap gempita. Iran lalu menggelar referendum nasional dan hasilnya ia menang mutlak.

Khomeini resmi menyandang sebagai pemimpin politik dan agama di Iran, gelar yang disematkan kepadanya seumur hidup.

Sementara itu, Pahlavi dan istrinya, Farah, terbang ke Aswan, Mesir, yang digambarkan sebagai perjalanan “hiburan” dan sekaligus untuk berobat.

Dari Mesir, Pahlavi menetap di Maroko, Bahama, Meksiko, sebelum meninggal dunia karena kanker di Kairo, Mesir, pada 27 Juli 1980.

Khomeini menjabat sebagai pemimpin tertinggi Iran hingga ia meninggal pada 4 Juni 1989.

Idi Amin Dada

Mantan diktator Uganda, Idi Amin Dada. (Foto: AFP)
Mantan diktator Uganda, Idi Amin Dada. (Foto: AFP)

Idi Amin adalah pemimpin militer yang merebut kekuasaan di Uganda pada 1971.

Pada satu dekade setelahnya, Uganda berada di bawah kekuasaan diktator brutal dan terjadilah pembunuhan massal dan pengusiran warga Asia.

Ia digulingkan oleh tentara Tanzania dan kelompok-kelompok Uganda di luar negeri pada 1979. Ia kemudian melarikan diri ke Arab Saudi.

Menurut Profesor Escriba-Folch, diktator seperti Idi Amin sering kali menemukan tempat persembunyian di negara yang memiliki hubungan erat, baik secara historis, politis, militer, maupun ekonomi.

Saudi bersedia menampung Idi Amin, tokoh yang diyakini bertanggung jawab atas tewasnya 400.000 rakyat Uganda.

Ia hidup tenang di Saudi sampai meninggal dunia pada 2003.

'Baby Doc' Duvalier

Bekas diktator Haiti Jean-Claude Duvalier. (Foto: AFP)
Bekas diktator Haiti Jean-Claude Duvalier. (Foto: AFP)

Saudi tak hanya negara tujuan para pemimpin negara yang melarikan diri.

Negara di Eropa yang menampung pelarian adalah Prancis, yang menerima mantan presiden Haiti, Jean-Claude Duvalier, lebih dikenal dengan sebutan "Baby Doc".

Ia baru berusia 19 tahun ketika menerima gelar presiden seumur hidup dari sang ayah, Francois Duvalier atau "Papa Doc", yang memerintah Haiti sejak 1957.

Sama seperti ayahnya, ia disokong oleh milisi brutal Tontons Macoutes untuk menguatkan cengkeraman atas negara.

Saat berkuasa, diperkirakan 20.000 hingga 30.000 rakyat Haiti tewas.

Setelah digulingkan oleh kekuatan rakyat pada 1986, ia menghabiskan waktu 25 tahun di pengasingan, awalnya di Prancis selatan.

Situasi berubah setelah bank Swiss membekukan rekeningnya pada 1986. Ia kehilangan sebagian besar kekayaan ketika bercerai dengan istrinya pada 1993.

Setelah ini, ia tinggal di satu apartemen kecil di Paris dan menggantungkan sumbangan untuk bertahan hidup.

Pada 2011, ia kembali ke Haiti.

Meski menghadapi tuduhan korupsi dan penggelapan uang negara, ia dibolehkan hidup tenang di pinggiran ibu kota Port-au-Prince sampai ia meninggal pada 2014 karena serangan jantung.

Dalai Lama

Dalai lama. (Shutterstock)
Dalai lama. (Shutterstock)

Dalai Lama mengasingkan diri setelah China melancarkan penumpasan brutal di Tibet pada 1959.

Sejak itu, atas pemberian suaka oleh Jawaharlal Nehru, Dalai Lama tinggal di India. Nehru, yang saat itu menjabat sebagai perdana menteri tak mengindahkan peringatan pemimpin China, Zhou Enlai.

Menurut pakar politik Madhav Nalapat, kesediaan India menerima Dalai Lama menjadi akar ketidakpercayaan antara India dan China, yang berlangsung hingga sekarang.

Keputusan Nehru tidak menerima permintaan China adalah titik penting [dalam hubungan China-India]. Keputusan untuk menerima secara terbuka Dalai Lama menciptakan rasa saling tidak percaya antara India dan China yang berlangsung bahkan hingga sekarang,” kata Nalapat. (Sumber: BBC)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI