Suara.com - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, memberikan catatan kritis terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai terus bertambahnya tersangka kasus tindak pidan korupsi masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Terbaru Politisi PDIP yang juga Bendahara Umum PBNU Mardani Maming ditetapkan oleh KPK ke dalam DPO atau buronan terkait dengan dugaan kasus suap dan gratifikasi perizinan tambang.
Mardani mengatakan, kekinian KPK seolah kecolongan dengan banyaknya tersangka yang menjadi buronan.
"Tidak boleh KPK bermain-main dengan kewenangannya. Kian mudahnya KPK ‘kecolongan’ sejumlah tersangka (yang masuk dalam DPO) merupakan tren buruk bagi KPK," kata Mardani kepada wartawan, Kamis (28/7/2022).
Baca Juga: Periksa Ketua DPRD Bogor, KPK Cecar Rudy Susmanto Soal Laporan Audit Berujung Suap
Menurutnya, berkaca dari hal itu, maka publik tak salah mempertanyakan mengenai tren buruk KPK selama ini.
Ia mengatakan, kekinian memang banyak pertanyaan kepada KPK soal apakah ada yang salah di internalnya atau tidak. Terlebih juga ada penilaian seolah KPK memberikan kesempatan kepada tersangka untuk bersembunyi.
"Timbul berbagai pertanyaan, seperti apakah ada masalah di internal KPK yg justru memberikan kesempatan tersangka menyembunyikan/melarikan diri?," tuturnya.
"Terlebih, dulu sempat ada kasus bocornya informasi sampai penyidik meminta suap kepada pihak yang berperkara," sambungnya.
Lebih lanjut, Anggota DPR RI fraksi PKS ini mengatakan, jika memang demikian, maka KPK era Firli Bahuri dimita untuk berbenah.
Baca Juga: Sudah Jadi Buronan, KPK Tunggu Janji Kehadiran Kader PDIP Mardani Maming Hari Ini
"Jika ini benar, KPK wajib memperketat pengawasan internal dan mereka yang terbukti membocorkan informasi ke pihak berperkara, mesti ditindak etik dan pidana," tandasnya.
Mardani Maming DPO
Sebelumnya, KPK diketahui telah menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Mardani Maming dalam kasus suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Mardani Maming resmi menjadi buron karena tidak kooperatif dalam dua kali pemanggilan oleh penyidik KPK.
KPK juga sudah melakukan upaya jemput paksa terhadap Maming di apartemen diduga miliknya di kawasan Jakarta Pusat. Namun, ia tidak ditemukan.
KPK pun sudah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk turut membantu melakukan penangkapan terhadap Maming.
Kekinian, Bendahara Umum PBNU itu diduga terlibat dalam kasus suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu yang tengah diusut oleh KPK. Ia, pun juga sudah berstatus tersangka di KPK.
KPK juga telah melakukan penggeledahan apartemen diduga milik politikus PDI Perjuangan itu di kawasan Jakarta Pusat.
Mantan Bupati Tanah Bumbu itu juga sudah dicekal untuk berpergian ke luar negeri selama enam bulan oleh KPK.
KPK Tegaskan Kejar Buronan
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengklaim lembaganya terus melakukan pengejaran terhadap buronan korupsi yang sudah masuk Daftar Pencarian Orang atau DPO. Terlebih, kata Ali, lembaga antirasuah tidak hanya sibuk untuk mengejar buronan Harun Masiku saja.
"Bagi kami semua perkara yang tersangkanya DPO saat ini sama pentingnya untuk dicari dan segera diselesaikan," kata Ali dikonfirmasi, Rabu (29/6/2022).
Ali menegaskan bahwa lembaga antirasuah harus bisa melakukan pencarian DPO termasuk penyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan tersebut hingga berhasil dibawa ke proses persidangan.
Menurutnya, peran masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk mewujudkan upaya itu karena informasi sekecil apapun soal keberadaan para buronan dapat menolong KPK dalam menjalankan tugasnya.
"Tentu bersama masyarakat, siapapun yang memiliki informasi dan data terbaru dan itu disampaikan ke KPK, kami juga pasti tindaklanjuti," tegasnya.
Lebih lanjut, Ali menjelaskan kalau KPK memiliki empat daftar buronan yang telah disampaikan kepada publik. Pertama ialah Harun Masiku yang buron pada 2020.
Kemudian, tiga DPO sisa periode KPK yang lalu yakni Surya Darmadi pada 2019, Izil Azhar pada 2018 dan Kirana Kotama pada 2017.
"Kami pastikan KPK tetap melakukan pencarian para DPO tersebut, baik yang ditetapkan sejak tahun 2017 maupun 2020."