Suara.com - DPP PDI Perjuangan menggelar tabur bunga untuk memperingati tragedi Kudatuli atau dikenal dengan peristiwa Kudeta Dua Puluh Tujuh Juli penyerangan kantor PDI 27 Juli 1996 di Jalan Diponegoro No. 58, Menteng, Jakarta Pusat.
Acara tabur bunga tersebut dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto. Hadir juga dalam acara tersebut yakni Ketua DPP Ribka Tjiptaning, Yanti Sukamdani, mantan tim pembela PDIP Tumbu Saraswati, Anggota DPR Nyoman Parta serta puluhan keluarga korban yang biasa disebut Forum Komunikasi Kerukunan (FKK).
Dalam sambutannya Hasto menyampaikan, PDIP tak pernah melupakan satu peristiwa yang sangat penting yang mana 27 Juli 1996 sebenarnya merupakan suatu rangkaian yang sangat panjang.
"Kita tahu peristiwa 1965 mengubah sejarah kita, dan sampai sekarang sisi gelap 1965 masih saja terjadi. Dimana rakyat Indonesia karena intervensi kekuatan Neo kolonialisme dan imprealisme yang kemudian melengserkan Bung Karno dengan segala cara. Bung Karno yang perjuangannya berhasil membebaskan bangsa-bangsa Asia Afrika dan Amerika Latin menakutkan kaum imperialis karena daya imajinasi dan kepemimpinannya," kata Hasto.
Baca Juga: Sejarah Peristiwa Kudatuli, Komnas HAM Didesak Usut Tragedi di Kantor PDIP
Hasto kemudian bercerita soal adanya intervensi kekuasaan yang selalu hadir dalam peristiwa kongres PDI semua diatur oleh kekuasaan. Kemudian pada momen kritis lalu Megawati Soekarnoputeri hadir memimpin gerakan moral rakyat.
"Itulah momentum yang Ibu Mega sering ceritakan kepada saya, bagaimana sebelum kongres dibubarkan, beliau mengambil momentum dan mengatakan secara de facto saya adalah ketua umum PDI. Itu lah cikal bakal perlawanan kekuatan arus bawah, karena pada sampai detik ini akibat proses intervensi Orde Baru adalah tradisi perlawanan," tuturnya.
Ia kemudian menyinggung soal adanya berbagai upaya dalam menggagalkan kepemimpinan Megawati. Menurutnya, upaya itu puncaknya dilakukan suatu rekayasan politik secara paksa.
"Ibu Mega sebagai ketua umum yang sah pada tanggal 27 Juli 1996 melihat bagaimana kantor partai ini diserang secara brutal dan kemudian timbul korban jiwa dan itu titik yang sangat gelap dalam demokrasi kita bagaimana pemerintahan menyerang parpol yang sebenarnya sah di mata hukum dan di mata rakyat," ujarnya.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan, peringatan tragedi Kudali tersebut sangat penting. Doa bersama juga dilakukan untuk para korban dalam tragedi tersebut.
Baca Juga: Wamenkumham Ungkap Penyebab Lemahnya Pengungkapan Kasus Kudatuli
Terakhir, pihaknya terus menuntut agar kebenaran ditegakkan dalam peristiwa Kudali tersebut.
"Peristiwa 27 Juli suatu basis kekuatan moral tentang politik yang disampaikan Ibu Mega. Politik yang menyatu dengan kekuatan rakyat itu sendiri, karena itulah esensi dari kekuatan PDIP," tandasnya.