Suara.com - Penolakan keras terhadap elitabilitas kini terus menggema di kalangan aktivis utamanya dari organisasi kepemudaan (OKP) Cipayung Plus. Elitabilitas dinilai cederai alam demokrasi yang sehat dan berkeadaban politik.
"Elitabilitas jangan sampai terus dibiarkan menubuh dalam alam demokrasi kita yang fair dan berkeadaban. Ini adalah penyakit yang harus disingkirkan jauh-jauh," kata Ketum Badko HMI Jawa Barat, Firman Nasution dalam diskusi lintas aktivis Cipayung Plus menyambut politik elektoral 2024 di Griya HMI Bandung.
Senada dengan itu, Ketua Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia Jawa Barat (KMHDI), I Putu Lingga Dharma Nanda mengatakan citra buruk dari budaya politik semacam ini semestinya sudah saatnya ditinggalkan, bukan terus diwariskan.
"Memang harus kita akui bahwa tradisi politik kita di masa lalu diwarnai dengan hegemoni kelompok terbatas atau jamak kita sebut elite. Tapi itu dulu. Sejak kemerdekaan, justru semangat kedaulatan rakyatlah yang jadi adagium bersama membangun Indonesia bermartabat dan berkeadilan sosial," papar Lingga.
Baca Juga: Soroti Kalangan Militer Maju di Pilpres 2024, Pengamat: Popularitas dan Kepantasan Jadi Indikatornya
Adapun alasan utama ketidaksetujuan terhadap tradisi politik elitisme, karena ia dianggap tidak memberi ruang bagi masyarakat luas (biasa/nonelite) untuk ikut menentukan arah perubahan politik dan demokrasi yang menyejahterakan rakyat.
"Padahal, kita tahu bahwa demokrasi, suka tidak suka, percaya tidak percaya telah menjadi spirit pemerintahan kita sejak awal. Dan, superioritas rakyat adalah satu-satunya penegasan dalam demokrasi yang menghendaki hadirnya partisipasi rakyat dalam turut serta menentukan berbagai agenda publik," tutur Amirul Muttaqien, Ketua Hima Persis Jawa Barat.
Sementara itu, Ketua HIMA Persatuan Umat Islam (PUI) Jawa Barat, Isep Saepulloh juga ikut menyoroti proses pengebirian suara rakyat menjelang Pemilu 2024.
Menurutnya, apa yang kini dipertontonkan oleh lingkaran elite politik sama sekali tidak mencerminkan semangat bernegara yang bernafaskan Pancasila dan demokrasi.
"Indikasinya dapat disibak melalui upaya monopoli saluran politik oleh sebagian besar pimpinan parpol yang tidak memberi ruang kepada mereka (kandidat) yang justru mendapatkan dukungan penuh dari rakyat," tukasnya.
Baca Juga: Erick Thohir Masuk 10 Besar Tokoh dengan Elektabilitas Capres 2024 Tertinggi, Apa Alasannya?
Walhasil, imbas dari watak ekslusif dan egois yang ditunjukkan para petinggi/elite partai yang tidak mau menuruti keinginan rakyat berujung pada delegitimasi rakyat terhadap eksistensi parpol.
Hal itu, menurut Ahmad Jundi Khalifatullah, Ketua KAMMI Jawa Barat, lambat laun membuat rakyat semakin tidak percaya lagi dengan apapun yang diputuskan parpol.
"Dan pada titik itu pula, rakyat pantas untuk menarik ulang kepercayaannya terhadap partai karena dianggap tidak bisa lagi dititipkan amanah," pungkasnya.