Pelaku Bullying Anak di Tasikmalaya Terpapar Konten Pornografi

SiswantoBBC Suara.Com
Minggu, 24 Juli 2022 | 14:01 WIB
Pelaku Bullying Anak di Tasikmalaya Terpapar Konten Pornografi
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus perundungan yang dialami anak berinisial FH berusia 11 tahun di Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia tergolong berat dan kompleks lantaran korban mengalami kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis.

Dengan landasan ini, KPAI menilai kasus tersebut harus dibawa ke ranah hukum agar tidak terulang di masa mendatang -mengingat anak merupakan apa yang disebut KPAI, "peniru ulung".

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat menyatakan telah memeriksa sebanyak 15 orang terkait peristiwa perundungan yang disertai tindakan asusila ini.

Baca juga:

Baca Juga: Hari Anak Nasional 2022, Ganjar: Jaga dan Lindungi Anak Kita dari Bullying

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, mengaku miris dengan kasus yang menimpa bocah laki-laki kelas V sekolah dasar tersebut.

Apa yang terjadi pada korban menunjukkan perundungan di kalangan anak-anak semakin berat dan kompleks.

Menurut pengamatannya, korban setidaknya mengalami kekerasan fisik, seksual, dan psikologis. Dugaan itu merujuk pada video berdurasi 50 detik yang tersebar di media sosial.

Di video itu, dua pelaku terlihat memegangi kaki kucing. Kemudian pakaian si anak dilucuti lalu dipaksa berhubungan badan dengan hewan itu.

"Jadi kemaluan si anak kelihatan di video itu beserta tangan para pelaku. Lalu ada suara-suara tertawa. Hanya saja wajah mereka tidak kelihatan," ujar Jasra Putra kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (22/7).

Baca Juga: Mengurai Bahaya Bullying Bagi Pelajar, Dua Musisi Muda Bagikan Tips Agar Tak Timbulkan Trauma

Video itu, kata dia, tadinya tersebar di WhatsApp warga kampung setempat hingga kemudian diunggah ke media sosial.

Dari situlah, perilaku korban berubah.

"Karena si anak tahu dia viral, dia malu dan mengalami goncangan psikis yang luar biasa sehingga tidak mau makan dan kondisi fisik menurun."

Apa penyebab korban meninggal?

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan RSUD SMC Kabuoaten Tasikmalaya, Adi Widodo, mengatakan sebelum meninggal korban sempat dirawat di rumah sakit.

Dari hasil pemeriksaan medis, korban mengalami suspect depresim thypoid, dan ensefalopati atau peradangan otak.

"Karena komplikasi tifus juga ada suspect episode depresi atau gangguan ensefalopati kejiwaan," jelas Adi Widodo seperti dilansir Kompas.com.

"Namun untuk faktor internalnya karena komplikasi demam, meski petugas medis juga berupaya melakukan upaya tapi nyawanya tak tertolong saat itu."

Suspect thypoid, ensefalopati, dan suspect episode depresi, menurutnya, disebabkan adanya tekanan psikologis korban sebelumnya.

Apalagi seperti keterangan keluarga, korban sempat menjadi target perundungan teman-temannya.

Saat berada di rumah sakit, korban mengalami penurunan kesadaran karena masih tidak mau makan dan minum hingga mengalami demam.

"Keluarga membawanya ke rumah sakit sudah tidak sadatkan diri dan keluarga sehari sebelumnya berada di rumah mengalami kesamaan sudah tidak sadarkan diri."

'Harus jadi catatan keras pemerintah'

Jasra meyakini, korban pasti telah mengalami perundungan sejak lama.

Karena biasanya bullying terjadi berulang kali dan dilakukan oleh orang-orang yang lebih kuat dengan melakukan teror.

Namun apakah peristiwa di video itu merupakan puncak perundungan, masih harus diselidiki pihak kepolisian, katanya.

KPAI, ujar Jasra, menyesal karena terlambat mengetahui kasus ini sehingga tak bisa mendampingi dengan cepat korban dan keluarganya.

Hal itu pun harus menjadi catatan keras bagi pemerintah bahwa "lembaga layanan anak di Indonesia belum terlalu kuat bagi keluarga dalam mengakses dan melaporkan insiden perundungan sehingga mereka harus berjuang sendiri."

Ia mengaku tak bisa membayangkan bagaimana anak berusia 11 tahun harus menghadapi perundungan yang sangat berat.

Pelaku terpapar konten pornografi?

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat mengatakan telah memeriksa sebanyak 15 orang terkait kasus perundungan yang disertai tindakan asusila yang menimpa bocah FH usai menerima laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Tasikmalaya pada Kamis (21/07).

Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Ibrahim Tompo, menyebut belasan orang itu adalah saksi yang melihat langsung maupun yang mendengar cerita perundungan tersebut.

"Termasuk keluarga korban, tapi kita baru memeriksa dalam tahap interogasi saja," kata Ibrahim di Polda Jawa Barat, Kota Bandung, Jumat (22/07) seperti dilansir Antara.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya AKP Dian Pornomo, menuturkan pihaknya akan menerapkan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Komisioner KPAI, Jasra Putra, berharap polisi melibatkan psikolog anak dalam memeriksa para pelaku. Sebab ada kemungkinan mereka terpapar konten-konten pornografi.

"Kalau dari hasil asesmen mereka terpapar video pornografi, tentu harus dilakukan pendampingan," kata Jasra.

"Dan kita punya peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2021 yakni bagi anak yang terpapar pornografi harus diedukasi dan dijelaskan bagaimana reproduksi remaja, bagaimana dampak ketika melakukan sesuatu di usianya. Seperti sex education lah."

Dengan begitu ia berharap perilaku perundungan para pelaku bisa dihentikan.

"Perundungan ini seperti penyakit menular, kalau tidak distop bisa kemana-mana."

Data KPAI pada tahun 2022 ada 226 kasus kekerasan fisik, psikis, termasuk perundungan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI