Spekulasi Kasus Tewasnya Brigadir J Terus Bergulir, Anggota DPR: Wajar Publik Ingin Tahu, Agar Tak Terjadi Manipulasi

Jum'at, 22 Juli 2022 | 15:29 WIB
Spekulasi Kasus Tewasnya Brigadir J Terus Bergulir, Anggota DPR: Wajar Publik Ingin Tahu, Agar Tak Terjadi Manipulasi
Rohani Simanjuntak menunjukkan foto keponakannya, mendiang Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang tewas ditembak sesama polisi di rumah dinas Kadiv Propam Polri. (Foto: Metrojambi.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi III DPR RI fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, mengatakan, bahwa tak bisa dipungkiri kekinian spekulasi publik terhadap kasus tewasnya Brigadir J di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri terus berkembang. Termasuk soal autopsi terhadap jenazah Brigadir J.

Didik meminta Polri menyampaikan informasi soal autopsi jenazah Brigadir J secara utuh ke publik.

"Karena kasus ini sejak awal memunculkan polemik dimasyarakat, wajar jika publik ingin tahu agar tidak terjadi manipulasi termasuk hasil autopsi. Namun demikian, publik tidak perlu resah karena manipulasi hasil Visum et Repertum juga merupakan tindak pidana," kata Didik kepada wartawan, Jumat (22/7/2022).

Ia menyampaikan, dalam negara demokratis seperti Indonesia wajar apabila publik turut mengawal penegakan hukum dan keadilan. Menurutnya, dengan informasi yang benar dan cukup kepada publik, dirasa penyidik akan mendapat masukan yang baik pula dalam mengungkap kasus tersebut.

Baca Juga: Makam Brigadir J Dijaga Ketat Anggota Ormas, Takut Terjadi Pembongkaran Diam-diam

Politisi Partai Demokrat tersebut menjelaskan, proses autopsi merupakan pemeriksaan tubuh mayat dengan jalan pembedahan untuk mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya.

Sehingga menurutnya, pendapat dokter diperlukan dalam rangka menemukan kebenaran materiil atas perkara pidana karena hakim sebagai pemutus perkara tidak dibekali ilmu-ilmu yang berhubungan dengan anatomi tubuh manusia.

Kemudian ia menambahkan, Visum et Repertum atau surat keterangan atau laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat, digunakan sebagai ganti barang bukti. Sebab, kata dia, barang bukti yang diperiksa tidak mungkin bisa dihadapkan di sidang pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya.

Penampakan police line di garasi mobil rumah dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Kalibata, Jakarta Selatan. (Suara.com/Arga)
Penampakan police line di garasi mobil rumah dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Kalibata, Jakarta Selatan. (Suara.com/Arga)

"Visum et repertum penting untuk menentukan ada tidaknya tindak pidana, mengarahkan penyidikan, menentukan jenis penuntutan, dan memberikan keyakinan hakim. Mengingat peranan visum et repertum cukup penting, maka kejujuran dokter selaku pemberi keterangan amatlah penting dalam upaya penegakan hukum," tuturnya.

Untuk itu, kata dia, dalam konteks tersebut, terlebih Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menekankan pengungkapan kasus tersebut harus transparan, Tim Khusus Polri harus bisa memberikan informasi cukup ke publik.

Baca Juga: Cegah Informasi Sepotong-sepotong, Pimpinan Komisi III Minta Polri Sampaikan Hasil Autopsi Brigadir J Secara Utuh

"Menjadi fundamental Tim Khusus yang dibentuk Kapolri yang melakukan penyidikan dapat memberikan informasi yang cukup dan terbuka kepada masyarakat, termasuk hasil autopsi," tandasnya.

Autopsi Ulang

Keluarga Brigadir J sebelumnya meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyetujui permohonan ekshumasi dan autopsi ulang. Namun, autopsi ulang ini diminta dilakukan bukan oleh kedokteran forensik Polri.

Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak meminta Kapolri membentuk tim khusus yang melibatkan kedokteran dari RSPAD, RS AL, RS AU, RSCM, dan rumah sakit swasta.

"Kami memohon supaya Bapak Kapolri memerintahkan jajarannya khususnya penyidik yang menangani perkara ini membentuk tim independen, yaitu melibatkan dokter dokter bukan lagi yang dahulu. Yaitu dari pertama RSPAD, RS AL, RS AU, RSCM, yang berikutnya dari RS salah satu swasta," kata Kamaruddin di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/7/2022).

Kamaruddin menyebut permohonan ini disampaikan lantaran pihak keluarga meragukan hasil autopsi awal terhadap Brigadir J yang dilakukan oleh kedokteran forensik Polri.

"Kenapa kami menolak autopsi yang lalu, karena autopsi yang lalu dikatakan matinya itu karena tembak menembak dan dari RS Polri tidak ada yang protes," katanya.

Polri Klaim Terbuka

Polri sejak awal telah mempersilakan keluarga Brigadir J mengajukan permohonan autopsi ulang atau ekshumasi. Mereka mengklaim hal ini sebagai bentuk transparansi.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo. ANTARA/Laily Rahmawaty/am.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo. ANTARA/Laily Rahmawaty/am.

"Apabila ingin mengajukakn ekshumasi, dari penyidik terbuka. Ini sesuai komitmen Bapak Kapolri bahwa proses penyidikan ini akan dilakukan seterbuka mungkin, setransparan mungkin, dan proses penyidikan harus memenuhi kaidah-kaidah scientific crime investigastion," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (19/7/2022).

Dalam pelaksanaannya, kata Dedi, ekshumasi tersebut nantinya akan dilakukan oleh Kedokteran Forensik Polri selaku pihak yang berwenang. Namun, tetap melibatkan pihak eksternal yang juga memiliki kompetensi di bidang tersebut.

"Kedokteran Forensik Polri tentunya tidak boleh sendiri, kami juga menghire dari pihak luar, dalam rangka untuk apa? Untuk betul-betul hasilnya itu sahih dan bisa dipertanggung jawabkan dari sisi keilmuan dan dari semua metode sesuai dengan standar internasional," katanya.

"Ekshumasi mayat atau ekshumasi itu ada standar internasionalnya, dan itu akan diaudit kareana itu sesuai standar kode etik dan profesi."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI