Suara.com - Sekertaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, mengklaim, partainya akan tunduk terhadap apa pun keputusan ataur egulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Pemilu 2024. Termasuk soal rencana aturan KPU yang memperbolehkan kampanye politik di lingkungan kampus.
"Yang KPU, saya ingin tegaskan ketika KPU di dalam diskursus yang disampaikan ingin mendorong kampanye di kampus, ya bagi PDI Perjuangan, kami ini kan partai politik peserta pemilu, sehingga kami tunduk pada regulasi yang ditetapkan oleh KPU," kata Hasto dalam konferensi pers daring, Kamis (21/7/2022).
Kendati begitu, Hasto mengaku masih menunggu aturan tersebut ditetapkan secara resmi. Apalagi, PDIP sendiri sebagai partai hanya sebagai peserta dalam Pemilu.
"Karena selama ini kampus menjadi satu tempat yang netral sama dengan TNI Polri tempat yang netral tidak dilakukan tempat kampanye demikian pula Polri. Demikian pula tempat-tempat ibadah, kita harus hormati," ungkapnya.
Lebih lanjut, Hasto menegaskan, PDIP akan siap mengikuti apa pun aturan main KPU soal penyelenggaraan Pemilu.
"Tapi pada prinsipnya, PDIP Perjuangan sebagai peserta pemilu, mengikuti regulasi dari penyelenggara pemilu dengan disiplin," tandasnya.
Kampanye di Kampus
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebelumnya, memperbolehkan adanya kampanye politik di lingkungan kampus.
Diketahui Pemilihan Umum (Pemilu) bakal digelar secara serentak pada 2024 nanti. Salah satu tahapan pemilu ini adalah kampanye politik.
Dia menjelaskan, kampanye politik boleh dilakukan di lingkungan kampus atau perguruan tinggi sepanjang memenuhi sejumlah ketentuan.
"Boleh saja. Mahasiswa pemilih, dosen pemilih. Kenapa kampanye di kampus tidak boleh? Mestinya boleh," kata Hasyim usai menghadiri Sarasehan Kebangsaan di Universitas Brawijaya, Malang, Selasa (19/07/2022).
Kampanye di lingkungan kampus boleh dilakukan selama memberikan ruang yang sama bagi peserta pemilu lain, tambahnya. Dalam pelaksanaan kampanye di lingkungan kampus, lanjutnya, ada sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi, termasuk memberikan kesempatan yang sama bagi peserta pemilu.
Dia mencontohkan, jika ada tiga orang calon yang melakukan kampanye, maka seluruh calon tersebut diberikan ruang yang sama untuk berkampanye di lingkungan kampus. Hal itu bisa dilakukan mengingat seluruh warga kampus merupakan pemilih.
"Asal diberikan kesempatan yang sama. Misal, calonnya ada tiga, ketiganya boleh masuk (berkampanye) di kampus. Kalau mau diadu debat, juga boleh," tambahnya.
Dia menambahkan masyarakat Indonesia cukup cerdas untuk melihat adanya unsur kampanye atau tidak pada saat peserta pemilu melakukan kunjungan kerja. Kampanye merupakan sarana untuk mempengaruhi seseorang untuk memilih, katanya.
"Rakyat kita sudah cerdas, mana yang kampanye, mana yang tidak, sudah tahu. Kampanye itu bicara soal visi dan misi, lalu ada ajakan untuk memilih. Jika hanya bicara visi misi dan tidak ada ajakan memilih, itu bukan kampanye," jelasnya.
Ia menilai kampus merupakan tempat pengembangan keilmuan, teknologi, dan inovasi yang bisa dimanfaatkan oleh partai politik untuk merumuskan sejumlah kebijakan inovatif demi pembangunan Indonesia.
"Mestinya partai politik menggandeng kampus untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang inovatif untuk pengembangan kemajuan bangsa, yang paling penting itu," ujarnya.