Suara.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan bahwa Pemerintah bersama dengan DPR akan tetap melakukan penelitian kegunaan ganja lewat Revisi Undang-Undang (RUU) Narkotika.
Hal itu sebagai tindak lanjut adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak agar Narkotika Golongan I, termasuk ganja, diperbolehkan untuk keperluan pengobatan atau terapi kesehatan.
Prof Eddy sapaan akrab Wamenkumham menyampaikan, putusan MK tersebut sudah sangat jelas. Menurutnya, dalam pertimbangan putusan tersebut MK meminta untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap kemanfaatan ganja itu sendiri.
"Ini sambil menyelam minum air, dalam pengertian, sembari melakukan penelitian terhadap kegunaan ganja dan sebaginya, pemerintah dan DPR kan sedang membahas revisi UU Narkotika," kata Eddy ditemui di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2022).
Baca Juga: MK Tolak Gugatan Legalisasi Ganja Medis, Tiga Ibu Penggugat: Kami Tetap Mengawal
Ia menyampaikan, Pemerintah dan DPR akan mendalami kegunaan ganja. Terlebih sambil melihat hasil-hasil penelitian.
Lebih lanjut, Eddy mengatakan pembahasan RUU Narkotika akan dimulai usai DPR menjalankan masa reses. Menurutnya, pembahasan akan meliputi soal golongan Narkotika.
"Persis. Persis (membahas golongan Narlotika). Jadi itu akan dibahas sesudah masa reses," tandasnya.
Ditolak MK
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan atas uji materi UU Narkotika di antaranya berkaitan dengan penggunaan ganja medis untuk kesehatan pada Rabu (20/7/2022).
Baca Juga: 5 Fakta MK Tolak Legalisasi Ganja Medis, DPR: Masih Ada Jalan
Dalam sidang putusan, Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan yakni menolak uji materi UU Narkotika yang diajukan Dwi Pertiwi DKK.
"Menyatakan permohonan pemohon V dan Pemohon VI tidak dapat diterima. Menolak Permohonan para pemohon untuk seluruh," ujar Anwar saat membacakan putusan yang disiarkan dari Youtube MK, Rabu (20/7/2022).
Sidang permohonan perkara tersebut diketahui telah digelar sebanyak sepuluh kali sejak permohonan dikirimkan ke Mahkamah Konstitusi pada 19 November 2020.
Para pemohon perorangan yang mengajukan permohonan antara lain Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Muharyanti yang masing-masing memiliki anak dengan Cerebral Palsy dan membutuhkan pengobatan dengan Narkotika Golongan I.
Sedangkan para pemohon lembaga yaitu ICJR, LBH Masyarakat, dan Rumah Cemara masing-masing merupakan bagian dari Koalisi Jaringan Advokasi Narkotika untuk Kesehatan yang mengupayakan reformasi kebijakan narkotika di Indonesia.