Suara.com - Ketika berangkat ke Tanah Suci, jemaah haji tidak pergi dengan tangan kosong. Mereka dibekali uang saku 1.500 riyal atau setara dengan Rp 6 juta (kurs Rp 3.994). Lalu untuk apa saja ya uang tersebut?
Banyak dari jemaah haji menggunakan uang tersebut untuk membiayai operasional mereka ketika menunaikan ibadah sunnah. Nah, tak jarang pula jemaah yang memakai uang tersebut untuk belanja oleh-oleh.
Khoirul Anam, misalnya. Ketua rombongan dari Kloter SUB (Surabaya) 9 mengatakan jemaah banyak menghabiskan uang saku untuk operasional ibadah. Salah satunya umrah mandiri dan membayar dam.
"Karena haji tamattu, jemaah menggunakan uang sakunya untuk membayar dam (denda--RED). Dam itu kisarannya 450 riyal (sekitar Rp 1,8 juta)," kata Khoirul ditemui tim Media Center Haji di Bandara Internasional King Abdulaziz, Jeddah, Arab Saudi, Rabu (20/7/2022).
Baca Juga: Jadwal Kepulangan Jemaah Haji Indonesia Kamis 21 Juli 2022
Nah ketika di Makkah, jemaah haji banyak menggunakan uang saku untuk membiayai operasional ibadah sunnah mereka. Salah satunya untuk biaya transportasi menggunakan taksi ketika umrah mandiri.
"Ketika di Makkah, operasional ibadah yang jelas untuk umrah mandiri. Jemaah mencari jalur yang aman dan (tempat miqat) yang dekat dari lokasi pemondokan, yakni di Masjid Tan'im," terang Khoirul.
Warga Desa Jabon, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, itu mengatakan, untuk biaya taksi saja, jemaah bisa menghabiskan 10 - 15 riyal sekali jalan. Apalagi, kata dia, biaya taksi semakin mahal menjelang puncak haji.
Meski menyebut umrah sunnah, Khoirul tidak menyebut intensitas umrah jemaah di rombongannya.
Selain untuk biaya transportasi, uang saku itu digunakan buat membeli makanan kecil, meski sudah mendapatkan konsumsi dari pihak penyelenggara. Namun, makanan ringan itu cukup ampuh untuk mengganjal perut jemaah.
Baca Juga: Sempat Raib, Siapa Sangka Paspor Jemaah Haji Ditemukan di Tempat Sampah
Sementara, sisa uangnya barulah digunakan untuk membeli oleh-oleh. Menurut Khoirul, justru alokasi uang untuk membeli cinderamata itu paling sedikit ketimbang yang lainnya.
"Porsinya untuk oleh-oleh sedikit. Yang paling penting oleh-oleh bukan dari nilai dan harganya. Yang penting punya kesan untuk keluarga," terang Khoirul Anam.
Beli oleh-oleh apa saja sih? Khoirul Anam menjawab, "ya minyak wangi, mainan untuk anak, juga sorban. Nah, banyak (tetangga-tetangga) yang minta oleh-oleh sorban yang sudah ditawafkan."
Sedangkan untuk oleh-oleh kurma, Khoirul hanya membeli kurma ruthab atau kurma muda. Untuk kurma jenis lain, dia memilih membeli di Tanah Air.
"Karena (harganya) lebih murah. Kurma Sukari, misalnya. Untuk berat 3 kilogram saja, hanya Rp 140 ribu. Sementara kalau beli di sini (Arab Saudi), harganya bisa mencapai Rp 200 ribu," ujar Khoirul Anam.
Lain halnya dengan Kiswandi. Laki-laki berusia 56 tahun dari kloter SUB 9 ini banyak menghabiskan uang saku untuk membeli suvenir termasuk oleh-oleh dan makanan.
Kiswandi beranggapan, dengan dibawakan oleh-oleh dan suvenir, teman-temannya bisa mendapatkan berkah, baik itu kenang-kenangan sekaligus memancing mereka agar bisa segera 'diundang' ke Tanah Suci.
"(Saya beli) souvenir untuk teman-teman. Ini buat kenang-kenangan untuk teman-teman, semoga bisa memancing mereka ke sini (Tanah Suci)," ujar Kiswandi.
Meski oleh-oleh dan makanan di Arab sudah banyak dijual di Indonesia, warga Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, tersebut memilih untuk membelinya di Arab Saudi. Kata Kiswandi, lebih bernilai jika dibeli di Tanah Suci.
"Memang di Indonesia (oleh-oleh dan makanan dari Arab Saudi) sudah ada. Cuma, kalau di sini lebih bernilai. Semoga yang memakan dan mendapat oleh-oleh bisa mendapat berkah," kata Kiswandi.
Lalu oleh-oleh apa yang paling banyak dibeli Kiswandi? Dia mengatakan, "oleh-oleh paling banyak dibeli itu kacang Arab. Kalau nggak bawa itu, kurang afdol."
Beda pula dengan Muhammad Julung Orastiono. Jemaah kloter SUB 9 asal Tulungagung tersebut banyak mengalokasi uang sakunya untuk kuliner.
"Namanya kita senang kuliner. Saya suka wisata kuliner, ya buat makan nasi kebuli. Kalau makan nasi kebuli setiap hari ya uang sakunya kurang. Kalau (makannya--RED), seminggu sekali ya uang sakuny cukup," ujar Julung.
Sekadar informasi, untuk keseluruhan jemaah haji Indonesia yang berjumlah 100.051 orang (92.825 haji regular dan 7.226 haji khusus), BPKH meyiapkan uang saku sebesar 139.237.500 riyal atau sekitar Rp 542 miliar.
Uang ini berasal dari nilai manfaat tabungan jemaah haji yang disetorkan pada saat mendaftar haji.