Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menduga kasus peretasan yang dialami sejumlah anggota keluarga Brigadir J berkaitan dengan kasus penembakan.
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan hal tersebut, karena yang mengalami peretasan merupakan anggota keluarga Brigadir J.
"Sepanjang kami yang dapat dengan background orang tua, pasti berhubungan peretasan dengan ini (kasus kematian Brigadir J)," kata Anam saat ditemui wartawan di Kantor Komnas HAM, Rabu (20/7/2022).
Anam mengatakan mendapat informasi peretasan langsung dari keluarga Brigadir J saat mereka datang ke Jambi untuk meminta keterangan. Selain peretasan keluarga juga diblokir dari ponsel Brigadir J.
"Terkait peretasan kami dapatkan informasi yang cukup detail, kapan terjadi, pada siapa, dan bagaimana, termasuk apakah ada yang hilang, atau tidak. Kami mendapat informasi yang cukup untuk itu," kata Anam.
Peretasan dan Pemblokiran
Sebelumnya, Kamaruddin Simanjuntak, koordinator tim kuasa hukum keluarga Brigadir J mengatakan percakapan antara Brigadir J dan keluarganya terjadi Jumat (8/7) sekitar pukul 10.00 WIB.
“Pukul 10.00 WIB dia (Brigadir J) masih aktif berkomunikasi melalui telepon dan melalui WhatsApp kepada orang tuanya, khususnya melalui grup WA keluarga,” kata Kamaruddin.
Dalam komunikasi tersebut, kata Kamaruddin, Brigadir J menyampaikan informasi kepada keluarganya akan mengawal keluarga atasannya (Irjen Polisi Ferdy Sambo) balik ke Jakarta. Dengan asumsi perjalanan memakan waktu selama 7 jam maka Bigadir J meminta izin keluarganya untuk tidak menghubungi saat bertugas.
Baca Juga: Usai Irjen Ferdy Sambo, Giliran Karo Paminal Divpropam dan Kapolres Jaksel Dinonaktifkan Kapolri
Saat komunikasi itu terjadi, Brigadir J sedang berada di Magelang, sedangkan orang tua, kakak, dan adiknya sedang berada di Balige, Sumatera Utara, dalam rangka ziarah.
“Jadi percakapan terakhir di Balige, Sumatera Utara, dengan korban (Brigadir J) di Magelang,” katanya.
Kamaruddin juga mengatakan dalam komunikasi terakhir itu, Brigadir J mengatakan setelah pukul 10 dirinya akan mengawal keluarga Ferdy Sambo sehingga meminta tidak menghubungi selama berdinas.
“Jadi tidak etis seorang ajudan mengawal pimpinan masih WA dan telepon-telepon, jadi diminta 7 jam jangan diganggu dulu,” ujarnya.
Setelah tujuh jam berlalu, lanjut Kamaruddin, orangtua Brigadir J mencoba menghubungi anaknya melalui sambungan telepon namun tidak bisa. Begitu juga lewat pesan WA, ternyata sudah diblokir, termasuk nomor kakak dan adiknya juga sudah terblokir, begitu juga dengan WA grup keluarga.
Akibat tidak bisa dihubungi, pihak keluarga khawatir dan mulai gelisah. Ditambah lagi terjadi pemblokiran dan peretasan semua ponsel keluarga, mulai dari ayah, ibu, kakak, dan adik Brigadir J selama kurang lebih 1 minggu.
“Artinya ada dugaan pembunuhan berencana, bagaimana caranya ponsel itu bisa dikuasai password-nya, berarti sebelum dia (Brigadir J) dibunuh ada dulu dugaan pemaksaan pembukaan password HP,” tutur dia.
Kamaruddin mengklaim percakapan terakhir tersebut menjadi dugaan bahwa insiden yang dialami Brigadir J terjadi di dua lokasi, alternatif pertama dalam perjalanan antara Magelang-Jakarta dan rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Tim kuasa hukum telah membuat laporan ke Bareskrim Polri terkait dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Laporan tersebut tercatat dengan Nomor: LP/B/0386/VII/2022/SPKT/Bareskrim Polri, tertanggal 18 Juli.