MK Tolak Uji Materi UU Narkotika Soal Ganja Medis Buat Kesehatan, Penggugat: Apa Solusi Dari Pemerintah?

Rabu, 20 Juli 2022 | 20:19 WIB
MK Tolak Uji Materi UU Narkotika Soal Ganja Medis Buat Kesehatan, Penggugat: Apa Solusi Dari Pemerintah?
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). [Antara/Rosa Panggabean]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mahkamah Konstitusi atau MK menolak uji materi Undang-undang Narkotika terhadap UUD 1945 terkait penggunaan ganja medis.

Menanggapi hal tersebut para pemohon uji materi UU Narkotika terhadap UUD 1945 merasa kecewa dengan putusan MK tersebut.

Santi Warastuti, salah satu pemohon uji materi UU Narkotika mengatakan dirinya sudah memprediksi penolakan uji materi soal penggunaan ganja medis untuk kesehatan.

"Sebetulnya saya tidak begitu kaget dengan hasil hari ini. Karena kalau melihat respon pemerintah yang kontra pasti seperti itu. Jadi sebetulnya nggak terlalu kaget," kata Santi dalam Media Briefing Tanggapan Para Pemohon Terhadap Putusan MK Pelarangan Narkotika Golongan I untuk medis secara virtual, Rabu (20/7/2022).

Baca Juga: Perjuangan Panjang Legalisasi Ganja Medis di Indonesia yang Kini Ditolak MK

Namun ia berharap pemerintah memberikan solusi lain bagi anak-anak penderita Cerebral Palsy yang membutuhkan pengobatan seraya menunggu hasil riset ganja untuk kesehatan.

Pasalnya, kata Santi, ia sebagai orangtua membutuhkan jalan keluar dari pemerintah untuk penyembuhan anaknya yang menderita Cerebral Palsy.

"Pemerintah harus punya solusi lain untuk kami sebagai jalan keluar untuk terapi anak-anak kami agar menjadi kondisi kesehatanya membaik. Jadi bukan hanya riset saja yang kami harapkan, tetapi juga ada solusi sambil menunggu riset itu dilakukan," ujar Santi.

Hal yang sama dikatakan pemohon lainnya Dwi Pertiwi. Ia mengaku sudah memprediksi hasil putusan MK dalam sidang yang diketuai Anwar Usman.

"Sama seperti Santi, saya sudah mengira hasilnya," ucap Dwi.

Baca Juga: 5 Fakta Legalisasi Ganja Medis Ditolak MK, DPR: Masih Ada Jalan Menuju Roma

Ia juga berharap pemerintah memberikan solusi dan memperhatikan kebutuhan anak-anak yang berkebutuhan khusus. Pasalnya obat medis yang selama ini dikonsumsi anaknya tak membantu penyembuhan.

"Saya ingin pemerintah memperhatikan bahwa kebutuhan-kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus terutama mempunyai kejang ini perlu diperhatikan. Karena obat-obat yang ada nggak membantu. Yang aku rasakan ketika anakku menggunakan ganja (untuk medis), itu membantu sekali," ucap Dwi.

Sementara itu, pemohon lainnya Nafiah Muharyanti juga kecewa dengan putusan MK yang menolak penggunaan ganja medis.

"Sebenarnya sudah sudah kebaca sih, apa hasilnya itu. Jadi kalau mau kecewa ya kecewa. Untuk selanjutnya perlu dipikirkan apa sih yang harus apa kita lakukan, bisa dilakukan gitu untuk anak-anak ini," kata Nafiah.

Lebih lanjut, Nafiah juga mempertanyakan solusi yang diberikan pemerintah setelah adanya putusan penolakan penggunaan ganja medis. Sebab masih banyak orang tua yang mencari obat untuk anak yang menderita Cerebral Palsy yang terkadang sulit dicari.

"Di grup orang tua, obat Cerebral Palsy yang nanganin kejang, sempat menghilang itu dan enggak bisa kebayang, ada yang sampai orang tua nyari keluar kota. Mereka sampai datang ke kota itu untuk mencari obatnya. Itu kan yang perlu dipikirkan, apa itu solusinya? misalnya memang kalau ganjanya itu belum bisa dipakai, solusinya itu apa," tuturnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan atas uji materi UU Narkotika di antaranya berkaitan dengan penggunaan ganja medis untuk kesehatan pada Rabu (20/7/). Dalam sidang putusan, Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan yakni menolak uji materi UU Narkotika yang diajukan Dwi Pertiwi DKK.

"Menyatakan permohonan pemohon V dan Pemohon VI tidak dapat diterima. Menolak Permohonan para pemohon untuk seluruh," ujar Anwar saat membacakan putusan yang disiarkan dari Youtube MK.

Sidang permohonan perkara tersebut diketahui telah digelar sebanyak sepuluh kali sejak permohonan dikirimkan ke Mahkamah Konstitusi pada 19 November 2020.

Para pemohon perorangan yang mengajukan permohonan antara lain Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Muharyanti yang masing-masing memiliki anak dengan Cerebral Palsy dan membutuhkan pengobatan dengan Narkotika Golongan I.

Sedangkan para pemohon lembaga yaitu ICJR, LBH Masyarakat, dan Rumah Cemara masing-masing merupakan bagian dari Koalisi Jaringan Advokasi Narkotika untuk Kesehatan yang mengupayakan reformasi kebijakan narkotika di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI