Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan perkara pengujian UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara Terhadap UUD 1945, Rabu (20/7/2022).
UU tersebut digugat oleh, Abdullah Hehamahua yang merupakan mantan Penasihat KPK, Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Letjen TNI Mar (Purn) Suharto, Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD, Taufik Bahaudin, Syamsul Balda, Habib Muhsin Al Attas, Agus Muhammad Maksum, Mursalim R, Irwansyah dan Agung Mozin.
Dalam sidang putusan, Ketua MK Anwar Usman, menolak permohonan para pemohon terkait gugatan UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara. Adapun putusan tersebut dengan nomor 25/PUU-XX/2022.
"Mengadili dalam provisi menolak permohonan provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Anwar saat membacakan putusan yang disiarkan dari Youtube MK, Rabu (20/7/2022).
Baca Juga: TOK! MK Tolak Legalisasi Ganja Medis Untuk Kesehatan, Ini Alasannya
Anwar menjelaskan dalam pengujian UU tersebut, pemohon mendalilkan pembentukan undang-undang 3 Tahun 2022 bertentangan dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Hal tersebut karena tingginya penolakan masyarakat terhadap perpindahan IKN dan hasil survei Kedai Kopi. Pemohon kata Anwar, juga mendalilkan UU nomor 3 tahun 2022 tidak benar-benar dibutuhkan, karena yang dibutuhkan masyarakat yaitu pemulihan ekonomi masyarakat di masa pandemi covid.
Sehingga menurut para pemohon undang-undang 3 Tahun 2022 bertentangan dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Namun kata Anwar, berdasarkan fakta-fakta hukum, terbukti pemerintah dan DPR telah melakukan berbagai kegiatan untuk menyerap aspirasi yang berkembang di masyarakat, baik dari tokoh masyarakat lembaga swadaya masyarakat, akademisi pakar hukum tata negara dan kelompok masyarakat adat.
"Mahkamah tidak menemukan adanya faktor hukum bahwa pada pemohon berupaya untuk melibatkan diri dan atau terlibat secara pro aktif atau responsif dalam memberikan masukan terhadap proses pembentukan undang-undang 3 Tahun 2022, yang sebenarnya hal demikian tanpa diminta atau diundang pun para stakeholder tetap dapat bertindak dan bersikap pro aktir untuk berperan serta sebagai bagian dari upaya mewujudkan partisipasi," ucap Anwar.
Baca Juga: Tok! MK Tolak Gugatan Uji Materi Aturan Ganja Medis
MK kata Anwar, juga tidak menemukan adanya rangkaian bukti lain dari pemohon yang dapat membuktikan bahwa pemerintah dan DPR benar-benar telah menutup diri atau tidak terbuka kepada publik terkait dengan pembentukan undang-undang 3 Tahun 2022.
Meski terdapat dua alat bukti yang ditunjukkan oleh para pemohon, menurtnya tidak cukup membuktikan adanya tendensi bahwa pemerintah dan DPR telah melanggar asas keterbukaan sebagaimana diatur pasal 5 huruf g undang-undang 12 tahun 2011.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dalil para pemohon yang menyatakan bahwa pembentukan undang-undang 3 Tahun 2022 telah melanggar keterbukaan adalah tidak beralasan menurut hukum," papar Anwar.
Tak hanya itu, Anwar mengatakan pihaknya menilai proses pembentukan suatu undang-undang, tidak tergantung dari berapa lama atau cepat dan lambatnya pembahasan.
Namun kata Anwar, proses pembentukan undang-undang wajib mengikuti kaidah proses pembentukan undang-undang sebagaimana diatur dalam undang-undang 12 tahun 2011 dan perubahannya yang meliputi proses dalam tahapan perencanaan pembahasan penyusunan pengesahan dan pengundangan.
Menurut MK, sepanjang semua proses dalam tahapan tersebut telah terpenuhi dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan penuh kehati-hatian dan berpatokan kepada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, waktu penyelesaian dan pembahasan yang terkesan cepat atau Fast Track Legislation merupakan bagian dari upaya pembentuk undang-undang untuk menyelesaikan undang-undang termasuk UU nomor 3 Tahun 2022.
"Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut menurut mahkamah dalil para pemohon mengenai digunakannya pola Fast Track legislation dalam pembentukan undang-undang 3 2022 sehingga bertentangan dengan undang-undang 45 adalah tidak beralasan hukum," ucap Anwar.
Selain itu, MK kata Anwar, berdasarkan seluruh pertimbangan hukum, permohonan para pemohon berkenaan dengan undang-undang 3 Tahun 2022, telah ternyata proses pembentukannya tidak bertentangan dengan undang-undang 1945.
Anwar kemudian menegaskan Undang-undang nomor 3 Tahun 2022 telah tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Dengan demikian dalil -dalil pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dipandang tidak ada relevansinya," katanya.