Suara.com - Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin tidak dihadirkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di persidangan kasus dugaan suap. Sidang kedua dugaan suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat ini dilakukan di Pengadilan Tipikor Bandung.
Ade Yasin sendiri mengikuti persidangan beragenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi yang berlangsung di Ruang Sidang I Kusuma Atmadja, Rabu, secara daring dari Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Jakarta.
Situasi itu membuat kuasa hukum Ade Yasin, Roynal Pasaribu menyampaikan keberatan sebelum persidangan dimulai. Pasalnya pada sidang perdana, ketua majelis hakim Hera Kartiningsih telah meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK agar memindahkan Ade Yasin ke rumah tahanan di Bandung.
Hal ini dilakukan agar Ade Yasin bisa hadir secara langsung di persidangan. Namun nyatanya, terdakwa masih berada di tahanan KPK di Jakarta.
Baca Juga: Lagi-lagi KPK Gagal Periksa Istri Mardani Maming, Ada Apa?
"Tapi pada hari ini sama-sama kita menyaksikan terdakwa Ade Yasin masih berada di KPK di Jakarta. Ini tentunya bertentangan dengan berita acara kita pada 13 Juli," kata Roynal.
Sementara itu, JPU KPK Roni Yusuf memberikan alasan mengapa terdakwa masih ditahan di lembaga antirasuah. Ia mengaku sudah berupaya menghadirkan Ade Yasin secara langsung di persidangan.
Namun berdasarkan pengakuannya, pihak KPK belum mendapatkan jawaban secara tertulis dari rumah tahanan (rutan) di Bandung terkait pemindahan Ade Yasin dari rumah tahanan di Jakarta.
"Kami (sudah) bersurat, namun belum ada jawaban secara tertulis. (Memang) secara lisan, sudah boleh dengan syarat tes antigen dan kehamilan," jelas Roni Yusuf.
Sebagai informasi, Ade Yasin didakwa oleh Jaksa KPK memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Baca Juga: Disebut Mangkir Dipanggil KPK, Presenter Cantik Brigita Manohara Janji Penuhi Panggilan Penyidik
Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai BPK yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.
"Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Budiman. [ANTARA]