Suara.com - Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei menyatakan dukungannya atas invasi Rusia ke Ukraina dan menyebut negara-negara Barat tidak menghendaki Rusia yang independen dan kuat.
Menurut Khamenei, Rusia akan menghadapi serangan dari aliansi militer NATO jika tidak mengirimkan pasukannya ke Ukraina - alasan yang sama dengan yang pernah disampaikan oleh Presiden Putin sendiri.
Pernyataan ini mencerminkan hubungan yang semakin kuat antara Moskow dan Teheran di tengah sanksi negara-negara Barat terhadap kedua negara.
Presiden Putin bertemu dengan Presiden Iran, Ebrahim Raisi dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, untuk membicarakan perkembangan di Suriah serta proposal yang didukung PBB untuk mengekspor gandum Ukraina.
Baca Juga: Potensi Krisis Pangan Akibat Shifting Pola Konsumsi Dampak Gejolak Ukraina Perlu Diwaspadai
Ini merupakan perjalanan keduanya ke luar negeri sejak pasukan Rusia memasuki Ukraina pada Februari 2022.
Turki yang merupakan anggota NATO sebelumnya berhadapan dengan Rusia dalam konflik di Suriah dan Libya, dan juga telah menjual pesawat tak berawak mematikan kepada pasukan Ukraina, tapi sejauh ini belum menjatuhkan sanksi.
Presiden Putin berterima kasih kepada Presiden Erdogan atas bantuannya untuk memperlancar kesepakatan tentang pasokan gandum.
"Belum semua masalah terselesaikan, tapi ini bagus karena sudah ada beberapa kemajuan," ujar Presiden Putin.
Presiden Erdogan juga memuji apa yang dia gambarkan sebagai "pendekatan sangat positif" dari Rusia selama pembicaraan tentang pasokan gandum di Istanbul pekan lalu.
Baca Juga: Uni Eropa Konsisten Dukung Ukraina Meski Terdampak Secara Ekonomi
Ia dia berharap kesepakatan tersebut akan memiliki dampak positif di seluruh dunia.
Perjalanan ke Teheran juga memiliki makna simbolis bagi Presiden Putin, karena menekankan kehadiran internasional Rusia ketika negara ini menjadi lebih terisolasi dan terseret konflik lebih dalam dengan negaea-negara Barat.
Kunjungan Presiden Putin terjadi hanya beberapa hari setelah Presiden AS Joe Biden mengunjungi Israel dan Arab Saudi, saingan utama Iran di Timur Tengah.
Dari Yerusalem dan Jeddah, Presiden Biden telah mendesak Israel dan negara-negara Arab untuk menentang pengaruh Rusia, Cina, dan Iran yang telah meluas di tengah persepsi mundurnya pengaruh Amerika dari wilayah itu.
Negara-negara Arab telah sepakat untuk bersatu menentang Iran dan program nuklirnya yang berkembang pesat. Negosiasi dengan Iran tentang program nuklirnya dalam beberapa tahun terakhir telah menemui jalan buntu.
Pemerintah Iran dilaporkan telah meningkatkan program pengayaan uranium, menindak perbedaan pendapat dan menampilkan pemberitaan-pemberitaan yang optimis tentang negara itu.
Tanpa adanya pencabutan sanksi dari negara-negara Barat, kemitraan strategis Iran dengan Rusia telah menjadi salah satu penopang kelangsungan hidup negara ini.
"Iran merupakan pusat diplomasi dinamis saat ini," tulis Menlu Iran Hossein Amirabdollahian dalam postingan di Twitter.
Ia menyebut pertemuan ketiga negara di Teheren itu akan mengembangkan kerjasama ekonomi, fokus pada keamanan kawasan dan memastikan ketahanan pangan.
Fadahossein Maleki, anggota komite keamanan nasional dan kebijakan luar negeri Iran, menggambarkan Rusia sebagai "mitra paling strategis" dari Iran meskipun terjadi permusuhan bertahun-tahun di antara keduanya.
Pemerintah AS telah menuding pejabat Rusia mengunjungi lapangan terbang di Iran setidaknya dua kali untuk memantau pesawat tak berawak dengan kemampuan senjata yang dikembangkan oleh Teheran.
Presiden Putin mengatakan Rusia dan Iran telah berusaha memperkuat kerjasama dalam keamanan internasional dan menawarkan dukungan kepada Teheran dalam negosiasi nuklir yang menemui jalan buntu.
Presiden Erdogan fokus pada upaya Turki mendorong mundur kelompok perlawanan Kurdi di Suriah yang didukung oleh AS dari perbatasannya. Upaya ini merupakan bagian dari rencana Presiden Erdogan untuk menciptakan zona aman di sepanjang perbatasan Turki-Suriah.
Dia mengatakan Turki bertekad untuk mengusir pusat-pusat kejahatan yang menargetkan keamanan Turki.
"Bantuan terbesar yang akan diberikan kepada rakyat Suriah adalah penghapusan menyeluruh organisasi teroris separatis dari wilayah yang didudukinya," tegas Presiden Erdogan.
Dalam pernyataan bersama, ketiga presiden menegaskan mereka menolak semua upaya untuk menciptakan realitas baru di lapangan dengan dalih memerangi terorisme serta bertekad menentang agenda separatisme.
Realitas baru yang dimaksudkan termasuk upaya-upaya kelompok separatis membentuk pemerintahan sendiri yang tidak sah.
Namun, Pemimpin Iran Ali Khamenei dalam pertemuan dengan Presiden Erdogan dengan tegas memperingatkan rencana serangan Turki.
"Setiap jenis serangan militer di Suriah utara pasti akan merugikan Turki, Suriah dan seluruh wilayah lainnya, dan hanya akan menguntungkan teroris," katanya.
Masalah kemanusiaan di Suriah juga menjadi fokus pembicaraan sejak Rusia memveto pengiriman bantuan kepada 4,1 juta penduduk di wilayah barat laut yang dikuasai pemberontak, sehingga bantuan itu terhenti setelah enam bulan.
Ketiga negara juga mendesak pengusiran pasukan Amerika dari seluruh wilayah Suriah.
Presiden Putin menuding kehadiran pasukan itu sebagai upaya AS untuk memperkuat kehadiran militer asing yang melanggar hukum dan mengobarkan sentimen separatis.
Artikel ini diproduksi oleh Farid Ibrahim dari ABC News.