Suara.com - Mantan Wamenkumham Denny Indrayana mengganggap Komisi Pemberantasan Korupsi kerap menggonta-ganti pasal untuk menjerat Bendum PBNU Mardani H Maming sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum terkait penyidikan kasus suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Pemkab Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Hal itu dikatakan Denny dalam sidang gugatan praperadilan Mardani Maming yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/7/2022), hari ini. Denny Indrayana hadir dalam sidang tersebut sebagai anggota tim pengacara Mardani Maming.
"Bahwa terdapat fakta hukum termohon (KPK) seringkali berubah-ubah ketika menerapkan pasal-pasal yang digunakan sebagai dasar penyidikan," kata Denny dalam persidangan.
Menurut Denny, ada beberapa dokumen hukum yang dimiliki KPK dengan menggunakan empat pasal. Namun, kekinian, kata Denny, pasal-pasal yang digunakan penyidik KPK bertambah.
Baca Juga: Sempat Mangkir, KPK Kembali Panggil Istri Bendum PBNU Mardani Maming
"Tetapi anehnya di dokumen hukum lainnya bertambah menjadi enam pasal. Lebih detail, inkonsistensi dan ketidakprofesionalan termohon," ujar Denny.
"Bahwa berubah-ubahnya pasal yang digunakan oleh termohon (KPK) sebagai dasar penyidikan tidak dapat ditoleransi karena menimbulkan ketidakpastian hukum, melanggar asas akuntabilitas dan asas-asas penegakan hukum lainnya," imbuhnya.
Sehingga, kata Denny, bagaimana penalaran hukum untuk pihak yang ditetapkan tersangka melakukan pembelaan hukum, bila pasal yang dituduhkan KPK tidak konsisten.
"Bagaimana mungkin seorang tersangka dapat melakukan mempersiapkan pembelaan dirinya secara baik, jika pasal yang dituduhkan berubah-ubah dan membingungkan," imbuhnya.
Kemudian, kata Denny, terkait alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat Mardani H. Maming diklaimnya diragukan keabsahan dan sumber yang diperoleh masih digunakan Kejaksaan Agung dalam perkara terdakwa Dwidjono selaku Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2011 sampai 2016.
Baca Juga: Sempat Ditunda, Hari Ini PN Jaksel Gelar Sidang Praperadilan Bendum PBNU Mardani Maming
"Artinya, saat ini perkara a quo belum memiliki kekuatan hukum tetap dan masih akan berlangsung pada tingkat banding. Sehingga, mengingat proses persidangan masih berlangsung, maka barang-barang bukti dan alat-alat bukti terkait yang telah diperoleh penyidik Kejaksaan, tentunya masih dalam penguasaan dan penggunaan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan," katanya.
Adapun nomor perkara yang didaftarkan terkait gugatan praperadilan No55/pid.prap/2022/pn jkt.sel. Setelah didaftarkan, sidang perdana praperadilan itu akan digelar pada Selasa (12/7/2022).
Isi petitum gugatan praperadilan Mardani H. Maming meminta agar majelis hakim mengabulkan terkait status tersangkanya tidak berdasar hukum dan dinyatakan tidak sah oleh KPK.
"Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik 61/DIK.00/01/06/2022 tertanggal 16 Juni 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," isi petitum gugatan Maming.