Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti sejumlah pasal bermasalah yang dimuat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), khususnya aturan yang dinilai mengekang kebebasan pers bakal berdampak terhadap pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat. Selain itu juga berdampak terhadap perlindungan dan pemenuhan HAM masyarakat sipil.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, banyak kasus pelanggaran HAM berat yang terungkap karena pemberitaan media.
"Dan yang paling penting adalah soal juga mengakhiri imunitas. Banyak sekali kejadian-kejadian pelanggaran HAM yang berat, sampai saat pelakunya masih lenggang kangkung, bebas kemana-mana. Dan meskipun Komnas HAM berulang kali, menyatakan dan tentu saja masih kurang, kalau tidak dibantu oleh teman-teman jurnalis," kata Beka saat diskusi daring, Senin (18/7/2022).
Dia mengatakan, kebebasan jurnalis dalam menuliskan pemberitaan sangat berdampak terhadap pemenuhan hak asasi manusia masyarakat sipil. Karenanya kebebasan pers suatu yang harus dipertahankan. Komnas HAM sendiri mengkategorikan jurnalis sebagai aktivis kemanusiaan, selain sebagai pilar demokrasi.
Baca Juga: Aksi Kamisan Medan Tuntut Hapus Pasal Anti Demokrasi di RKUHP
"Sebenarnya jurnalis pada bukan hanya soal bab sebagai salah satu pilar demokrasi, tetapi juga disebut juga menjadi salah satu dari pembela hak asasi manusia. Artinya, jurnalis sebagai pembelaan HAM, human rights independen," jelas Beka.
Bahkan kata Beka, dalam pemenuhan HAM, jurnalis memiliki peran yang istimewa, khususnya dalam pengungkapan pelanggaran HAM berat.
"Alasan tersebut istimewa, karena misalnya mencari informasi dan mengumpulkan, plus juga menyebarkan informasi tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia," kata dia.
Dikhawatirkan, jika pasal-pasal yang mengekang kebebasan pers lewat di RKUHP disahkan, akan berdampak terhadap pemenuhan hak asasi manusia masyarakat sipil.
"Dampaknya adalah pengurangan kenikmatan hak asasi manusia. Jadi yang seharusnya ketika negara melindungi, menghormati, memenuhi, bahkan menegakkan hak asasi manusia, akan berkurang penikmatannya, ketika jurnalisme dan jurnalistik itu tidak dilindungi secara benar," tegasnya.
Baca Juga: Tim Sosialisasi Kemenkumham Klaim RKUHP Telah Mengakomodasi Restorative Justice
Pasal RKUHP Ancam Kebebasan Pers
Sebelumnya, dalam keterangan tertulisnya Dewan Pers melihat materi RUU KUHP versi terakhir 4 Juli 2022, tidak ada perubahan pada delapan poin yang dinilai mengekang kebebasan pers.
Adapun beberapa pasalnya, di antaranya Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara. Kemudian, Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong, Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan: pencemaran nama baik, dan Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.
Karenanya Dewan Pers menyatakan agar pasal-pasal tersebut dihapus, sebab berpotensi mengancam kemerdekaan pers, mengkriminalisasi karya jurnalistik dan bertentangan dengan semangat yang terkandung dalam UU Pers 40/1999 tentang Pers.
Utamanya pasal 2 yang berbunyi “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.” RUU KUHP tersebut juga memuat sejumlah pasal yang multitafsir, memuat 'pasal karet', serta tumpang tindih dengan undang-undang yang ada.