Suara.com - Sebagian masyarakat miskin dan tidak mampu terancam tidak mendapat perlindungan jaminan kesehatan nasional atau JKN. Pasalnya pemerintah berencana mengurangi kuota peserta penerima bantuan iuran (PBI) secara bertahap sampai 2024.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar secara lantang menolak rencana tersebut. Dia menilai pemerintah tidak berniat untuk melindungi masyarakat miskin.
"Saya belum melihat adanya kemauan politik dari pemerintah untuk melindungi (masyarakat)," kata Timboel dalam sebuah diskusi virtual bertajuk 'Pengurangan Kuota Penerima BPJS Kesehatan dan Dampaknya Terhadap Warga' Senin (18/7/2022).
Padahal, kata Timboel, jelas dalam Undang-Undang Nomor 14 dan 17 Tahun 2024 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dikatakan, tidak hanya PBI, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Pensiunan menjadi hak seluruh masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat miskin. Menurut Timboel semua masyarakat harus terlindungi dari yang namanya jaminan sosial, termasuk jaminan kesehatan.
Baca Juga: Presiden Jokowi Angkat Abdul Kadir Sebagai Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan
"Tak hanya pekerja formal saja yang dapat jaminan, masyarakat miskin, pekerja informal juga harus dapat jaminan," ujar Timboel.
Saat ini kata Timboel para pekerja informal atau masayrakat miskin hanya mendapatkan 1 jaminan sosial dari pemerintah yakni hanya BPJS Kesehatan yakni PBI. Bandingkan dengan pekerja formal yang mendapatkan 6 jaminan sosial dari pemerintah mulai kesehatan, kecelakaan kerja, Jaminan Hari Tua hingga Jaminan Kematian.
"Pekerja formal itu dapat 6 jaminan, sementara pekerja informal hanya ada 1 jaminan saja," ungkapnya.
Dirinya mengungkapkan bahwa sejatinya pengurangan kuota PBI dari pemerintah ini baru tahap rencana, tetapi nampak sudah mulai dijalankan sejak tahun 2021 lalu.
Buktinya, hanya sebanyak 88 juta peserta PBI yang dicatatkan dari seharusnya sebanyak 96,8 juta peserta PBI. "Ini ke depan akan berdampak pada semakin banyak rakyat miskin yang tidak masuk dalam peserta JKN, semakin banyak orang tidak terlayani JKN. Kalau mereka diminta peserta mandiri pun akan sulit," ungkap Timboel.
Baca Juga: Jokowi Tunjuk Abdul Kadir Jadi Ketua Dewan Pengawas Gantikan almarhum Acmad Yurianto
Dia bilang, jumlah PBI APBN dan PBI APBD terus berkurang seiring cleansing data yang dilakukan per bulan. Proses cleansing data memang baik untuk memastikan penerima bantuan iuran sesuai target, tetapi BPJS Watch menemukan fenomena lain.
Cleansing data kerap dilakukan tidak objektif, sehingga banyak peserta yang kehilangan haknya terlindungi jaminan sosial kesehatan.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, ada sebanyak 42,42 persen atau sebanyak 99,99 juta PBI terdaftar yang merupakan PBI APBN dan PBI APBD. Dari jumlah itu, tidak dirinci jumlah peserta aktif maupun non-aktif.
Pada saat yang sama, BPJS Kesehatan mencatat sebanyak 235,71 juta peserta terdaftar, mencakup 86,07 persen dari 273,87 juta penduduk Indonesia.