Suara.com - Seorang warga asal Makassar, Mukhtar Tompo, memperjuangkan lahan seluas 56 hektare yang direbut oleh mafia tanah sejak 30 tahun lalu. Mukhtar menyebut kalau lahan yang dibeli oleh ayahnya itu diserobot oleh pejabat yang bekerja sama dengan pihak Badan Pertanahan Negara (BPN).
Ceritanya, sang ayah membeli tanah hamparan di wilayah Makassar pada 1961. Tanah yang dibeli dengan harga sekitar Rp 500 juta itu dibeli melalui hasil lelang negara.
Mukhtar mengatakan kalau sang ayah sempat mengajukan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU) untuk lahan tersebut sebelum masa sebelumnya berakhir. Pengajuan dilakukan ke BPN Makassar hingga ke tingkat kementerian.
Belum sempat memperoleh informasi kalau perpanjangan HGU itu diterima, pihak keluarga Mukhtar malah diberitahu kalau lahan tersebut sudah dibagi-bagi berdasarkan surat keputusan (SK) gubernur pada 1992.
Baca Juga: Dokter Sebut Gejala Awal Kanker Lidah yang Harus Diwaspadai
"Dengan dasar informasi seolah-olah dia punya kewenangan bagi-bagi tanah itu," kata Mukhtar dalam diskusi daring bertajuk "Mafia Tanah Bikin Gerah" pada Sabtu (16/7/2022).
Karena merasa haknya direbut, keluarga Mukhtar lantas menggugatnya kepada PTUN. Ia mengaku memenangkan gugatan tersebut.
Menurut Mukhtar, dalam persidangan terungkap kalau BPN mengeluarkan produk di atas tanah bersengketa tersebut. Akhirnya pihak keluarga kembali mengajukan gugatan dan BPN menjadi tergugat pada 1994.
"Di 1994 BPN menjadi tergugat utama dalam proses pengambilalihan tanah kami ini secara administratif oleh BPN," ucapnya.
Setidaknya, pihak keluarga Mukhtar telah melalui tujuh putaran persidangan untuk kembali mengambil alih lahannya yang sudah diserobot itu. Ia menyebut pihak BPN Makassar dan BPN Sulawesi Selatan pernah mengajukan peninjauan kembali (PK) karena kalah dalam persidangan.
Baca Juga: Pemprov Kepri Minta Diskresi ke Pemerintah untuk Permudah Nelayan Urus Sertifikat Berlayar
"Jadi ada putusan (sidang) 1993. 1994, 1995, 1998, 1999 sampai ke posisi MA mereka PK lagi kami dimenangkan lagi," terangnya.
Majelis hakim pada satu persidangan menyatakan kalau tanah yang dimiliki oleh keluarga Mukhtar itu sesuai dengan HGU dan bukan terlantar. Dengan demikian, negara tidak langsung menjadikan lahan itu sebagai milik negara.
Selain itu, hakim juga mengungkapkan kalau perbuatan yang dilakukan pihak BPN bertentangan dengan sejumlah legislasi. Hakim juga memerintahkan BPN untuk menerbitkan sertifikat lahan milik keluarga Mukhtar.
Mukhtar tidak dapat menyembunyikan kekesalannya lantaran pihak yang harus dihadapi itu justru dari pihak negara.
"Kita berhadapan dengan negara, jadi, saya ini karena ini judulnya mafia tanah, justru saya melihat mafia tanah ini memperalat negara, negara menipu negara, karena oknumnya pelakunya adalah pejabat negara," tuturnya.
"Saya berani mengatakan karena tanah yang kami miliki ini telah kami menangkan ini murni ini betul-betul penyerobotan BPN bekerja sama dengan pemerintah Sulsel."