Iran akan Batasi Kepemilikan Hewan Peliharaan

SiswantoBBC Suara.Com
Sabtu, 16 Juli 2022 | 11:07 WIB
Iran akan Batasi Kepemilikan Hewan Peliharaan
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepolisian Teheran, Iran, baru-baru ini mengumumkan bahwa membawa anjing berjalan-jalan di taman kota adalah sebuah "kejahatan", yang akan berujung pada gelombang penangkapan sehingga membuat para pemilik hewan peliharaan khawatir.

"Dia [anjing peliharaan Mahsa] menatap saya dengan matanya yang cantik dan polos. Dia mengajak saya jalan-jalan, tapi saya tidak berani. Kami bisa ditangkap," tutur Mahsa, yang merupakan seorang pemilik hewan peliharaan di Teheran.

Mahsa merujuk penangkapan terhadap orang-orang yang memelihara hewan, disusul oleh penyitaan terhadap binatang peliharaan mereka.

Larangan polisi itu lah yang menjadi alasan atas penangkapan-penangkapan yang diklaim "demi menjaga keamanan masyarakat".

Baca Juga: Bolehkah Mendandani Anjing dan Hewan Peliharaan yang Lain di Rumah?

Di saat yang sama, parlemen Iran berencana untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Perlindungan Hak Masyarakat Terhadap Hewan.

RUU itu telah memicu perdebatan selama beberapa bulan belakangan karena akan membatasi kepemilikan hewan pemeliharaan secara menyeluruh.

Baca juga:

Denda Rp1,2 juta

Berdasarkan ketentuan RUU tersebut, kepemilikan hewan akan diatur berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh sebuah komite khusus.

RUU itu juga mengatur denda minimum sekitar US$800 (Rp1,2 juta) terhadap tindakan "impor, pembelian dan penjualan, transportasi dan pemeliharaan" berbagai jenis hewan, termasuk hewan peliharaan rumah tangga biasa seperti kucing, kura-kura dan kelinci.

Baca Juga: Cemburu Suami Sibuk dengan Hewan Peliharaan, Istri Goreng Ikan Seharga Mobil, Publik: Tutorial Menjanda

"Perdebatan terkait RUU ini telah mengemuka sejak lebih dari satu dekade lalu, Ketika sejumlah anggota parlemen Iran mengusulkan undang-undang untuk menyita semua anjing peliharaan dan memberikannya ke kebun binatang atau meninggalkan mereka di padang pasir," kata Presiden Asosiasi Dokter Hewan Iran, Dr Payam Mohebi, yang menentang RUU tersebut kepada BBC.

"Selama bertahun-tahun, mereka mengubah [RUU] ini beberapa kali, bahkan sempat membahas hukuman fisik bagi pemilik anjing. Tapi rencana mereka gagal," lanjutnya.

Simbol kehidupan masyarakat Iran

Memelihara anjing selama ini adalah hal yang biasa di wilayah pedesaan Iran, bahkan anjing menjadi simbol dari kehidupan masyarakat perkotaan pada abad ke-20.

Iran merupakan salah satu negara pertama di Timur Tengah yang mengesahkan undang-undang kesejahteraan hewan pada 1948.

Pemerintah Iran mendanai lembaga pertama yang bertugas untuk meningkatkan hak-hak hewan. Bahkan keluarga kerajaan di Iran pun memiliki anjing peliharaan.

Tetapi revolusi Islam 1979 mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat Iran, yang juga berdampak terhadap anjing.

Dalam Islam, anjing dianggap sebagai hewan yang mengandung najis. Rezim baru juga berpandangan bahwa anjing adalah simbol "kebarat-baratan" sehingga mereka mencoba meredamnya.

"Belum ada regulasi yang kuat tentang kepemilikan anjing," kata Dr Ashkan Shemirani, yang merupakan seorang dokter hewan berbasis di Teheran, kepada BBC.

"Polisi menangkapi orang-orang yang membawa anjing mereka berjalan-jalan atau yang membawa anjing di mobil mereka beradasarkan interpretasi atas apa yang mereka anggap sebagai simbol kebarat-baratan."

Penjara anjing

"Mereka bahkan membangun penjara khusus hewan, dan kami mendengar banyak cerita mengerikan dari tempat itu," tutur Dr Shemirani.

"Hewan-hewan itu ditahan berhari-hari di tempat terbuka tanpa makanan dan minuman yang layak, sedangkan pemiliknya berhadapan dengan hukum."

Kesulitan ekonomi yang melanda Iran setelah bertahun-tahun disanksi oleh Barat juga memiliki andil dalam RUU baru ini.

Otoritas Iran melarang impor makanan hewan selama lebih dari tiga tahun demi menjaga cadangan mata uang asing di negara itu.

Lanskap pasar makanan hewan didominasi oleh merek-merek asing, sehingga larangan impor itu memicu lonjakan harga, mengakibatkan munculnya pasar gelap.

"Kami sangat bergantung pada orang-orang yang menyelundupkan makanan secara diam-diam," kata seorang pemilik klinik hewan di Kota Mashhad kepada BBC.

"Harganya saat ini sudah lima kali lipat dibandingkan harga beberapa bulan yang lalu."

Sedangkan para pemilik bisnis mengatakan makanan hewan peliharaan yang diproduksi di dalam negeri tidak memenuhi standar kualitas yang mereka harapkan.

"Kualitasnya sangat buruk. Pabrik-pabrik itu menggunakan daging atau ikan yang murah, bahkan bahan yang kadaluarsa."

'Kucing Persia tidak aman di tanah airnya'

RUU itu tidak hanya ditujukan untuk anjing, namun juga kucing hingga buaya.

Padahal Iran dikenal sebagai tempat kelahiran kucing Persia, yang merupakan salah satu ras kucing paling terkenal di dunia.

"Bisa dibayangkan betapa kucing Persia pun tidak aman di tanah airnya," kata seorang dokter hewan yang berbasis di Teheran.

"RUU ini tidak logis. Kelompok garis keras ingin menunjukkan tangan besi mereka kepada orang-orang," tambah mereka.

Presiden Asosiasi Dokter Hewan Iran, Dr Mohebi, menyebut RUU itu "memalukan".

Sedangkan pemilik hewan seperti Masha, mengaku khawatir dengan masa depan peliharaan mereka.

"Saya tidak akan berani mengajukan izin untuk 'anak saya'," kata dia.

"Bagaimana kalau mereka menolak pengajuan izin saya? Saya tidak bisa meninggalkannya di jalanan."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI