Pertumbuhan ekonomi dalam skala global, digunakan sebagai suatu ukuran untuk menentukan baik buruknya kondisi ekonomi suatu negara. Jika pertumbuhan ekonomi negara mengalami kenaikan secara signifikan, maka itu artinya negara tersebut dalam kondisi ekonomi yang kuat.
Begitupun sebaliknya, pertumbuhan ekonomi menggunakan acuan produk domestik bruto yang merupakan hasil penjumlahan dari konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor yang dikurangi impor.
Jika produk domestik bruto mengalami penurunan dari tahun ke tahun, maka dapat dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan mengalami kelesuan atau resesi.
3. Terjadinya inflasi atau deflasi yang tinggi
Di satu sisi, inflasi memang diperlukan untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, namun inflasi yang terlalu tinggi justru mempersulit kondisi ekonomi. Hal ini karena harga-harga komoditas melonjak sehingga tidak bisa dijangkau semua kalangan masyarakat, terutama pada kelas ekonomi menengah ke bawah.
Kondisi ekonomi juga akan semakin parah jika inflasi tidak diikuti dengan daya beli masyarakat yang tinggi. Tidak hanya inflasi yang menjadi penyebab inflasi, namun juga deflasi di mana harga-harga komoditas yang menurun drastis (deflasi) bisa memengaruhi tingkat pendapatan dan laba perusahaan yang rendah. Sehingga akibatnya, biaya produksi tidak tertutup sehingga volume produksi rendah.
4. Tingkat pengangguran tinggi
Jika suatu negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal, maka tingkat pengangguran di negara tersebut akan menjadi tinggi. Sehingga risikonya, daya beli rendah akan memicu tindak kriminal untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
5. Hilangnya kepercayaan investasi
Baca Juga: Pos Indonesia Rambah Layanan Transaksi Keuangan Digital dengan Mengembangkan Pospay
Untuk menjalankan roda perekonomian dan mengembangkannya, otoritas setiap negara dituntut untuk mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif baik dari segi keamanan atau proyek-proyek strategis.