Salah satu poin yang perlu ditambahkan dalam Revisi UU Nomor 9 Tahun 1961 dan PP 29 Tahun 1980 tersebut adalah pasal yang mewajibkan setiap lembaga amal mendapatkan izin dari polisi dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Hal itu bertujuan untuk mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme.
Menurut dia, Pemerintah memiliki wewenang jelas untuk memidanakan setiap lembaga amal yang mengumpulkan dana publik dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau mendukung aktivitas radikalisme dengan revisi kedua regulasi tersebut.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan keterlibatan polisi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) cukup dalam pemberian izin kepada lembaga amal, sehingga tidak perlu melibatkan BNPT.
PPATK menjalankan tugasnya untuk menelusuri riwayat transaksi terkait dugaan penyelewengan dana publik oleh lembaga amal.
"Rekomendasi dari PPATK terkait hasil temuan tersebut kemudian diberikan kepada kepolisian dan BNPT untuk dilakukan pendalaman," ujar Ujang.
Ujang menilai keterlibatan polisi dan PPATK, yang diatur dalam dua regulasi itu, sudah sesuai untuk pemberian izin kepada lembaga amal. (Antara)