Suara.com - Ombudsman nilai Indonesia darurat PMK atau penyakit mulut dan kuku. Pemerintah diminta umumkan hal itu.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mencatat tingkat penyebaran PMK kini relatif tinggi.
Berdasarkan informasi dan dokumen yang dikumpulkan Ombudsman menyebutkan bahwa PMK telah masuk ke Indonesia pada tahun 2015.
Ia menilai Badan Karantina Pertanian yang dibentuk pemerintah lamban dalam menangani PMK. Ia juga menduga ada maladministrasi dan pengabaian kewajiban hukum dalam penanganan PMK pada hewan ternak yang menyebabkan kasus PMK menyebar luas.
Baca Juga: Pintu Masuk Ternak di Pelabuhan Sumba Timur Diperketat untuk Mencegah PMK
Oleh sebab itu, Yeka mendesak pemerintah agar mengumumkan kondisi darurat agar seluruh komponen masyarakat bergerak membantu menangani wabah PMK tersebut.
"Wabah PMK telah menyebar ke 22 provinsi. Ombudsman mencatat pada 13 Juni 2022 sebaran kasus PMK mencapai 17 provinsi, dalam kurun waktu satu bulan berikutnya 13 Juli 2022 wabah PMK sudah menyebar di 22 provinsi," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
"Penanganan wabah PMK perlu mengedepankan pendekatan penyelesaian terintegrasi secara hulu-hilir, yakni mulai tahap pengamatan dan identifikasi, pencegahan, penanganan, pemberantasan, dan pengobatan sesuai dengan tata aturan yang berlaku," katanya.
Lebih lanjut Yeka mengungkapkan morbiditas (tingkat ketertularan) virus yang relatif tinggi mencapai 100 persen.
Sehingga menyebabkan infeksi semua hewan ruminansia (terkecuali kuda) dengan cepat dan masif.
Baca Juga: Peternak Pundong Sempoyongan Ternaknya Dihantam PMK, Dwi: Sapi Saya Cuma Laku Rp6 Juta
Meski tingkat kematian akibat PMK di bawah 5 persen, namun dampaknya sangat merugikan peternak.
"Hewan sembuh tidak akan kembali kepada produktifitas semula. Bisnis usaha ternak terganggu dan merugikan. Kredit macet peternak meningkat, hingga terganggunya kinerja ekspor," ujarnya.
Berdasarkan pantauan Ombudsman sampai dengan Selasa, 14 Juli 2022 pada laman siagapmk.id, total hewan sakit mencapai 366.540 ekor, sembuh 140.321 ekor, mati 2.419 ekor, potong bersyarat 3.698 ekor, belum sembuh 220.102 ekor, cakupan vaksinasi 476.650 ekor, dan jumlah sebaran kasus pada 22 provinsi, untuk jenis hewan sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi.
"Diperkirakan potensi kerugian yang dialami oleh peternak sapi tidak kurang dari Rp788,81 miliar. Ombudsman berpandangan bahwa mitigasi dan penanganan kedepan perlu lebih ditingkatkan mengingat potensi nilai kerugian yang terus meningkat setiap harinya," pungkasnya. (Antara)