Permintaan Bupati Minahasa Selatan agar Penghayat Malesung Tak Menjalankan Ritual Bulan Purnama Dinilai Melanggar HAM

Kamis, 14 Juli 2022 | 10:29 WIB
Permintaan Bupati Minahasa Selatan agar Penghayat Malesung Tak Menjalankan Ritual Bulan Purnama Dinilai Melanggar HAM
Penghayat Malesung di Minahasa Selatan (Dokumen SEJUK)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Permintaan Ritual Bulan Purnama dari penghayat Malesung di Minahasa Selatan dinilai melanggar HAM. Ritual Bulan Purnama dilarang Bupati Minsel Franky Wongkar.

Hal itu dikatakan Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur Dr. Denni Pinontoan.

Dia sangat menyesalkan tindakan Bupati Minahasa Selatan Franky Wongkar yang secara informal meminta para penghayat Malesung yang benaung dalam Laroma untuk tidak menjalankan ritual rutin bulan purnama.

Seperti diketahui Denni dan menjadi perbincangan di komunitas Mawale Cultural Center, kegiatan sosialisasi hak-hak warga penghayat kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (TYME) yang dilakukan di kantor Bupati Minahasa Selatan (Minsel) oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap TYME Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (12/7/2022) berujung pada pemanggilan Ketua Umum Laroma Iswan Sual oleh Bupati Minsel yang meminta Laroma agar tidak menjalankan ritual bulan purnama.

“Sebagai pimpinan, Bupati Franky harus berdiri untuk semua orang. Bupati tidak boleh tunduk kepada pimpinan-pimpinan agama Kristen yang menolak Laroma,” ujar Denni (14/7) yang ikut prihatin karena Laroma tadi malam purnama tidak menjalankan ritual rutin mereka.

Denni meminta Bupati Minsel Franky Wongkar patuh pada hukum yang melindungi segenap warganya untuk secara leluasa menjalankan keyakinan sesuai kepercayaannya masing-masing.

Menurut Denni, ada paradoks, ambiguitas, atas langkah politis Bupati Minahasa Selatan yang sangat diskriminatif ini.

Pasalnya, banyak organisasi atau komunitas yang di malam purnama Rabu (13/7) mengamalkan tradisi dan ritual Malesung di Watu Pinawetengan secara bebas, tetapi pada waktu yang sama para penghayat dari Lalang Rondor Malesung (Laroma) dilarang melakukan ritual Maso' Sico'o, tradisi leluhur Minahasa yang sudah eksis diperkirakan antara abad ke-4 dan 7 Masehi.

"Bupati Minsel harusnya melindungi dan memberikan jaminan hak-hak asasi berkepercayaan, termasuk agama lokal Minahasa dalam hal ini Laroma dan agama-agama lainnya," tegas Denni yang aktif di Mawale Cultural Center saat dihubungi Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK).

Baca Juga: Komnas HAM Independen Selidiki Kasus Polisi Tembak Polisi di Rumah Ferdy Sambo

Hal lain yang penting harus dilakukan negara saat ini, Denni meneruskan, bahwa aparat segera memroses para pelaku perusakan Wale Paliusan, tempat Laroma rutin mengamalkan ritual Maso' Sico'o

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI