Suara.com - Sebanyak 1.000 pekerja Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Menanggapi potensi tersebut, Anggota Komisi IX DPR yang membidangi ketenagakerjaan Rahmad Handoyo meminta dan mewanti-wanti ACT mengikuti prosedur.
Prosedur yang dimaksud, yakni ACT harus dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemberi kerja serta memenuhi hak para karyawan sesuai peraturan perundang-undangan apabila memang ancaman PHK menjadi kenyataan.
"Kalau toh pada akhirnya akan ada PHK, saya kira ya ikutin ketentuan peraturan perundang-undangnya bagaimana mekanismenya," kata Rahmad dihubungi, Rabu (13/7/2022).
Rahmad menilai, PHK terhadap 1.000 karyawan itu baru potensi. Namun, ia berharap ACT dapat menghindari ancaman atau potensi PHK massal tersebut.
Baca Juga: Empat Kali Telah Diperiksa Polisi, Presiden ACT Ibnu Khajar Bawa Koper Dan Tas Ke Gedung Bareskrim
"Kenapa saya sampaikan potensi? Saya harap itu dihindarkan," kata Rahmad.
Diketahui selain ancaman PHK massal, gaji karyawan ACT untuk Juli ini terancam tidak dibayarkan.
Hal itu berdasarkan informasi yang diterima Suara.com dari seorang pekerja ACT Radit (bukan nama sebenarnya). Radit menjadi salah satu dari 1.000 pekerja ACT yang bakal kena PHK.
Hal tersebut terjadi dikarenakan proses hukum yang dilakukan pihak berwajib terhadap ACT. Mulai dari pembekuan 60 rekening ACT oleh PPATK di 33 jasa keuangan untuk sementara pada Rabu (6/7/2022) lalu hingga pencabutan izin oleh Kementerian Sosial (Kemensos) yang membuat segala aktivitas di lembaga dihentikan, termasuk penyaluran bantuan.
"Sejak itu kami sudah tidak bekerja lagi," kata Radit pada Rabu (12/7/2022).
Baca Juga: Presiden ACT Ibnu Khajar Bawa Koper Saat Datangi Bareskrim Polri
Radit mengungkap kalau informasi PHK massal pekerja disampaikan manajemen beberapa hari yang lalu. Atas keputusan itu, Radit mengaku sangat kecewa. Diakuinya, bekerja di ACT bukan sekedar menggantungkan hidup secara ekonomi, melainkan pengabdian kepada kemanusiaan.
"Karena jujur saja, ACT adalah rumah bagi kami, mengabdikan hidup untuk membantu kemanusian. Kami sering harus turun lokasi bencana dan meninggalkan keluarga demi membantu sesama," jelasnya.
Kekecewaan juga dirasakan oleh Radit melihat adanya kasus dugaan penyelewengan dana yang menjerat mantan pimpinannya.
"Kecewa, karena ulah segelintir orang, ACT terancam bubar. Padahal kami pekerja paling bawah, ikhlas memberikan tenaga dan waktu kami demi kemanusian. Melihat kasus yang sekarang kami hanya mengelus dada," tuturnya.
Sementara itu, Suara.com telah mencoba mengonfirmasi kabar PHK massal ini ke Head of Media & Public Relations ACT, Clara pada Rabu (13/7/2022) melalui WhatsApp, namun hingga berita ini dituliskan belum ada jawaban dari yang bersangkutan.
PHK dan Aturan Lengkapnya
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, setiap pekerja yang terkena PHK berhak atas uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang pengganti hak (UPH). Kedua jenis hak tersebut biasanya dihimpun dalam uang pesangon. Secara umum, besaran uang pesangon yang diberikan sebagai berikut:
- Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
- Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
- Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
- Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
- Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
- Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
- Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
- Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;
- Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.
Besaran UPMK yang diberikan sebagai berikut:
- Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
- Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
- Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
- Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
- Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah;
- Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
- Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;
- Masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.
Jenis-jenis UPH yang seharusnya diterima meliputi:
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja;
- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Kendati demikian, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja membedakan hak-hak pekerja yang di-PHK berdasarkan alasannya, di antaranya:
1. Pekerja berhak atas uang pesangon 1 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila di-PHK dengan alasan:
- Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan perusahaan dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja.
- Pengambilalihan perusahaan.
- Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah kerugian.
- Perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian.
- Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang bukan karena mengalami kerugian.
- Adanya permohonan PHK yang diajukan oleh pekerja dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf g PP 35/2021.
2. Pekerja berhak atas uang pesangon 0,5 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila di-PHK dengan alasan:
- Pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.
- Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian.
- Perusahaan tutup akibat mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau tidak secara terus menerus selama 2 tahun.
- Perusahaan tutup disebabkan keadaan memaksa (“force majeure”).
- Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian.
- Perusahaan pailit.
- Pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan ("PP"), atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
3. Pekerja berhak atas uang pesangon 0,75 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila perusahaan mengalami keadaan memaksa (“force majeure”) yang tidak menyebabkan perusahaan tutup.
4. Pekerja berhak atas uang pesangon 1,75 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila memasuki usia pensiun.
5. Pekerja berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila:
- Pekerja meninggal dunia.
- Pekerja sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.
6. Pekerja berhak atas UPH dan uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB apabila di-PHK dengan alasan:
- Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf g PP 35/51 terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja.
- Mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan memenuhi syarat.
- Pekerja mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis.
- Pekerja melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB.
- Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.
- Pekerja dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan.