Suara.com - Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, telah meninggalkan negara itu tak lama setelah pengunjuk rasa menduduki rumah dan kantornya serta kediaman resmi perdana menteri.
Menurut pejabat imigrasi setempat, Gotabaya Rajapaksa bersama istri dan dua pengawalnya diangkut dengan pesawat Angkatan Udara Sri Lanka menuju Male, ibu kota Maladewa.
Rajapaksa menyatakan telah setuju untuk mundur, di tengah krisis ekonomi selama tiga bulan yang memicu kekurangan bahan makanan dan bahan bakar.
Menurut laporan kantor berita Reuters, Rajapaksa belum menyerahkan surat pengunduran dirinya itu kepada ketua parlemen Sri Lanka pada hari Rabu (13/07) meskipun dia telah melarikan diri.
Baca Juga: Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Melarikan Diri Meninggalkan Negaranya
Sumber yang mengetahui persoalan ini hanya menyebutkan "hari ini dia akan mengirimkannya" saat ditanya apakah surat pengunduran diri tersebut telah dikirim ke parlemen.
Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, yang kini memegang kabinet dan juga wakil presiden, mengatakan bahwa dia akan mundur begitu pemerintahan baru telah terbentuk.
Anggota parlemen telah sepakat untuk memilih presiden baru pada minggu depan meski mengalami kesulitan dalam memutuskan susunan pemerintahan baru demi mengangkat negara yang bangkrut itu keluar dari keruntuhan ekonomi dan politik.
Pengunduran diri yang dijanjikan oleh Pemerintahan Rajapaksa tidak mengakhiri krisis dan pengunjuk rasa bersumpah untuk menduduki gedung-gedung pemerintahan sampai para pemimpin mengundurkan diri.
Selama berhari-hari, rakyat berbondong-bondong mendatangi istana kepresidenan yang seolah-olah berubah menjadi objek wisata.
Baca Juga: Awal Mula Krisis Sri Lanka sampai Presiden Gotabaya Rajapaksa Mengundurkan Diri
Mereka berenang di kolam renang, mengagumi lukisan-lukisan dan tampak bersantai di tempat tidur mewah di istana itu.
Meskipun para politisi sepakat pada Senin malam untuk memilih presiden baru dari barisan mereka pada 20 Juli, namun mereka belum memutuskan siapa yang akan mengambil alih posisi perdana menteri dan mengisi jabatan kabinet.
Presiden baru disepakati akan menjalankan sisa masa jabatan Rajapaksa, yang berakhir pada 2024 – dan berpotensi menunjuk perdana menteri baru, yang kemudian harus disetujui oleh parlemen.
Untuk saat ini, perdana menteri akan menjabat sebagai presiden sampai penggantinya dipilih, pengaturan yang dipastikan semakin menyulut kemarahan demonstran.
Korupsi dan salah urus pemerintahan telah membuat negara kepulauan itu dibebani utang luar negeri serta tidak mampu membayar impor untuk kebutuhan bahan pokok.
Kondisi ini memicu keputusasaan di antara 22 juta penduduk di negara itu.
Aksi demo terus berlanjut
Pada hari Selasa (12/07), para pemimpin agama Sri Lanka mendesak demonstran untuk meninggalkan gedung-gedung pemerintahan.
Namun para demonstran telah bersumpah untuk terus melanjutkan aksinya sampai Rajapaksa dan Wickremesinghe dicopot dari jabatannya.
Setelah penyerbuan gedung-gedung pemerintahan, "Jelas ada konsensus di negara ini bahwa kepemimpinan pemerintah harus berubah," kata Jehan Perera dari lembaga pemikir Dewan Perdamaian Nasional Sri Lanka.
Demonstrasi selama berbulan-bulan telah menghancurkan dinasti politik Rajapaksa, yang memerintah Sri Lanka selama hampir dua dekade terakhir.
Para pengunjuk rasa menuduh presiden dan kerabatnya menyedot uang dari kas pemerintah selama bertahun-tahun dan Pemerintahan Rajapaksa telah mempercepat keruntuhan negara karena salah mengelola ekonomi.
Keluarga itu telah membantah tuduhan-tuduhan korupsi, tapi Rajapaksa mengakui beberapa kebijakannya berkontribusi pada kehancuran yang terjadi saat ini.
Presiden Rajaksa tidak terlihat atau terdengar kabarnya sejak Sabtu pekan lalu, meskipun kantornya mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan bahwa dia tetap menjalankan tugasnya seperti biasa.
Artikel ini diproduksi oleh Farid Ibrahim dari ABC News.