Suara.com - Baru-baru ini gebrakan baru Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy selama menjadi Menteri Sosial (Mensos) dan Menteri Agama (Menag) Ad Interim jadi sorotan. Keputusan yang diambil Muhadjir Efendy itu berkaitan dengan kasus-kasus yang tengah jadi perbincangan publik.
Gebrakan yang dimaksud tersebut adalah kasus yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan kasus anak kiai Jombang yang terseret dugaan pencabulan dan perundungan terhadap santrinya. Yuk simak keputusan-keputusan Muhadjir Effendy selama jadi Menteri Ad Interim berikut ini.
1. Kasus Penyelewengan Dana Donasi ACT
Beberapa waktu lalu yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) jadi perbincangan setelah dipolisikan karena diduga penyelewengkan dana donasi umat. Seiring dengan kisruhnya ACT, Kementrian Sosial (Kemensos) mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan pada ACT.
Pencabutan izin ACT itu pun telah ditandatangani oleh Muhadjir Effendy pada 5 Juli 2022 kemarin. Tentunya ada pertimbangan yang mendasari pencabutan izin ACT tersebut.
"Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut", kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi di kantor Kemensos pada Selasa, (5/7).
Salah satu pertimbangan tersebut adalah terkait penggunaan donasi untuk operasional. Pihak ACT mengaku telah mengambil 13,7 persen dari donasi untuk operasional. Hal tersebut tak sesuai dengan peraturan pemerintah yang menyatakan sumbangan dari publik yang boleh diambil maksimal 10 persen.
2. Kasus Pencabulan Anak Kiai Jombang
Kasus pencabulan yang dilakukan anak kiai Jombang, Moch Subchi Azal Tsani (42) alias Mas Bechi membuat Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur. Selain itu pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum pada Mas Bechi.
"Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat," kata Waryono, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren pada Kamis (7/7).