Cegah Peristiwa Salim Kacil Jilid Dua, Komnas HAM Meminta Jaminan Keamanan Tiga Warga Lumajang

Senin, 11 Juli 2022 | 17:34 WIB
Cegah Peristiwa Salim Kacil Jilid Dua, Komnas HAM Meminta Jaminan Keamanan Tiga Warga Lumajang
Tiga orang warga Sumber Wuluh, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur melakukan aksi jalan kaki dari Lumajang menuju Istana Negara di Jakarta sedang berada di Yogyakarta, Rabu (29/6/2022). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Polda Jawa Timur (Jatim) dan Kapolres Lumajang serta Bupati Lumajang memastikan keamanan kepada tiga warga yang berjalan kaki dari rumahnya demi menuntut keadilan atas dugaan human eror perusahaan tambang, CV Duta Pasir Semeru.

Sebelumnya diberitakan, ketiga warga Desa Sumberwuluh, Kecamtan Candipuro, diduga mengalami intimidasi. Mereka diancam ditabrak dalam perjalanannya demi mendapatkan keadilan ke Jakarta.

"Kami meminta Bupati Lumajang, Kapolres Lumajang maupun Polda Jatim untuk menjamin keamanan dari warga yang mengadu ke Komnas HAM maupun warga yang ada di Sumber Wuluh yang terdampak. Warga perlu dilindungi rasa aman," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara usai menerima aduan warga di Kantor Komnas HAM, Jakarta pada Selasa (11/7/2022).

Dikatakan Beka, hal tersebut untuk mencegah terulangnya Tragedi Salim Kancil, seorang warga Lumajang yang dibunuh karena memprotes keberadaan tambang pasir.

Baca Juga: Tiga Warga Lumajang yang Gelar Aksi Jalan Kaki ke Jakarta, Diduga Alami Intimidasi: Diancam Ditabrak Lari

"Kami juga tidak ingin ada lagi kejadian seperti salim kancil di Lumajang. Saya kira kejadian salim kancil ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa memperjuangkan hak itu, adalah konstitusional," tegas Beka.

"Itu dilindungi oleh konstitusi, semua pihak harus menjamin hak atas rasa aman, hak hidup maupun hak atas keadilan, saya kira itu yang akan dilakukan komnas HAM," sambungnya.

Selain itu, Beka juga mengatakan, bakal mengagendakan pemanggilan kepada Polres Lumajang, Polda Jawa Timur, Pemkab Lumajang, dan Kementerian ESDM karena diduga mengabaikan laporan warga terkait aktivitas perusahaan tambang pasir, CV Duta Pasir Semeru.

"Kami akan menindaklanjuti aduan tersebut, dengan memintakan keterangan kepada semua pihak yang memang terlibat dengan aduan ini. Terutama pemerintah Kabupaten Lumajang, kemudian Kementerian ESDM, Kepolisian Polres Lumajang maupun Polda Jawa Timur. Karena tadi disampaikan juga sudah mengadu atau melaporkan ke Polda Jatim," kata Beka.

Sebelumnya, tim advokasi warga yang terdampak dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Damar Indonesia Dimas Yemahura Alfarauq mengungkap, adanya dugaan intimidasi terhadap tiga warga yang memperjuangkan keadilannya.

Baca Juga: Abaikan Aduan Dugaan Human Error CV Duta Pasir Semeru, Komnas HAM Bakal Panggil Kementerian ESDM dan Pemkab Lumajang

"Pada saat di jalan kemarin, dalam proses perjalanan ada informasi bahwa teman-teman ini akan dilakukan tabrak lari. Hingga kami bisa meningkatkan kewaspadaan pada perjalanan. Alhamdulillah sampai di sini," kata Dimas.

Selain ancaman bakal ditabrak, warga yang terdampak juga mendapat tekanan.

"Di lapangan, tentu teman-teman ini keluarganya secara pribadi ditakuti-takuti untuk memperjuangkan haknya. Oknum itu dari siapa, siapa itu masih dalam kajian kami," ungkap Dimas.

Berjalan Kaki 17 Hari Demi Cari Keadilan

Demi mencari keadilan tiga warga tersebut berjalan kaki dari Lumajang ke Jakarta. Perjalanan ini mereka lakukan sejak 21 Juni 2022 hingga akhirnya tiba pada Kamis (7/7/2022) lalu. Mereka adalah Supangat (52), Nor Holik (41) dan Masbud (36).

Dimas mengatakan ketiga warga itu akhirnya menempuh perjalan selama 17 hari lamanya, karena diabaikan oleh Bupati Lumajang dan jajarannya, atas laporan terkait human error yang diduga dilakukan CV Duta Pasir Semeru.

Dijelaskannya, human error itu diduga karena sejumlah tanggul melintang yang dibangun CV Duta Pasir Semeru di tengah aliran di Sungai Regoyo. Aliran sungai itu berada di dekat Desa Sumberwuluh.

Akibatnya saat gunung Semeru mengalami erupsi, diduga aliran material seperti pasir tertahan di tengah tanggul yang melintang. Namun lama- kelamaan, tidak terbendung, sehingga membuat tanggul yang berada di pinggiran sungai jebol.

Dampaknya, erupsi Gunung Semeru mengalir ke pemukiman warga yang mengakibat rumah mereka rusak tertimbun pasir, bahkan ada yang rata dengan tanah.

"Saat terjadi erupsi gunung Semeru, rumah mereka, keluarga mereka hilang. Ada yang meninggal, rumah mereka, harta benda mereka terkubur oleh aliran pasir Semeru," katanya.

Dilaporkan pada saat Gunung Semeru erupsi mengakibatkan 160 rumah hancur di dua dusun Desa Sumberwuluh, yakni Dusun Kamar Kajang dan Dusun Kampung Renteng.

Untuk sementara, sebanyak 113 kepala keluarga (KK) terdampak harus mengungsi di hunian sementara tanpa adanya kejelasan. Mereka pun berharap, dengan aksi ketiga warga berjalan kaki, mendapat perhatian dari masyarakat, khususnya Presiden Joko Widodo.

"Agar seluruh masyarakat Indonesia tahu, bahwasanya ada rasa keadilan yang hilang, rasa perhatian, rasa ketidakpedulian, pemerintah atau aparat terhadap keberlangsungan hidup dari masyarakat warga Lumajang yang terdampak erupsi Gunung Semeru," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI