Suara.com - Setelah menempuh perjalanan selama 17 hari dengan berjalan kaki, tiga warga Dusun Kamar Kajang, Desa Sumberwuluh, Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur akhirnya tiba di Jakarta, Kamis (7/7/2022) lalu. Mereka rela berjalan kaki demi menuntut keadilan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi, usai suaranya tak didengar Bupati Lumajang, Thoriqul Haq dan jajarannya.
Setelah beberapa hari tiba di Jakarta, pada Senin (11/7/2022) ini, mereka menyambangi Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membuat laporan pengaduan.
Dimas Yemahura Alfarauq, tim advokasi warga dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Damar Indonesia mengatakan, ketiga warga yang berjalan kaki itu merupakan korban terdampak erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember 2021. Bencana tersebut mengakibatkan sebanyak 160 rumah hancur di dua dusun di desa Desa Sumberwuluh, yakni Dusun Kamar Kajang dan Dusun Kampung Renteng.
Namun dalam temuannya, diduga 160 rumah warga yang terdampak akibat kelalaian manusia atau human error dari sebuah perusahaan tambang CV Duta Pasir Semeru.
"Tapi di balik itu semua, harus ketahui bahwa di sana ada dugaan human error, akibat kesalahan prosedur pertambangan yang ada di sana dan dugaan pembiaran dari aparat terkait dari pemerintah Lumajang yang selama ini tidak pernah (mendengar) aspirasi dari masyarakatnya," kata Dimas kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/7/2022).
Dimas menjelaskan kalau human error itu diduga terjadi karena sejumlah tanggul melintang yang dibangun CV Duta Pasir Semeru di tengah aliran sungai. Aliran sungai itu berada di dekat Desa Sumberwuluh.
Akibatnya saat gunung Semeru mengalami erupsi, diduga aliran material seperti pasir tertahan di tengah tanggul yang melintang. Namun lama-lama kelamaan, tidak terbendung, sehingga membuatnya tanggul yang berada di pinggiran sungai jebol.
Erupsi Gunung Semeru mengalir ke pemukiman warga yang mengakibat rumah mereka rusak tertimbun pasir, bahkan ada yang rata dengan tanah.
"Saat terjadi erupsi gunung Semeru, rumah mereka, keluarga mereka hilang. Ada yang meninggal, rumah mereka, harta benda mereka terkubur oleh aliran pasir Semeru," kata Dimas menambahkan.
Untuk sementara, sebanyak 113 kepala keluarga (KK), harus mengungsi di hunian sementara tanpa adanya kejelasan.
Mereka pun berharap dengan aksi ketiga warga berjalan kaki bisa mendapat perhatian dari masyarakat, khususnya Presiden Joko Widodo.
"Agar seluruh masyarakat Indonesia tahu, bahwasanya ada rasa keadilan yang hilang, rasa perhatian, rasa ketidak pedulian, pemerintah atau aparat terhadap keberlangsungan hidup dari masyarakat warga Lumajang yang terdampak erupsi gunung Semeru," jelasnya.
Sementara itu, ketiga warga telah bertemu dengan Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara di kantor Komnas HAM.
"Dengan dikawal oleh Pak Beka Komisioner Komnas HAM, masalah ini terungkap, keadilan bagi rakyat Lumajang, masyarakat Lumajang bisa segera ditegakkan. Dan pertambangan yang ada di aliran gunung Semeru, bisa dilakukan evaluasi dengan jelas dan oknum-oknum siapapun itu bisa ditindak secara hukum, secara adil," kata Dimas.
Usai menyambangi Komnas HAM, mereka sedang berkomunikasi dengan pihak Istana Negara, untuk bisa bertemu dengan Presiden Jokowi.