MUI Nilai Idul Adha Momentum Menambah Solidaritas Umat Islam

Minggu, 10 Juli 2022 | 14:47 WIB
MUI Nilai Idul Adha Momentum Menambah Solidaritas Umat Islam
Ilustrasi hewan kurban - Niat Kurban Idul Adha: Amalan dan Penerima Daging Kurban. (Freepik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Majelis Ulama Indonesia nilai Idul Adha merupakan momentum untuk menambah solidaritas umat Islam. Terutama solidaritas sosial agar terbentuk bangsa yang ramah dan bermartabat.

Hal itu dikatakan Ketua MUI Kota Palu Prof KH Zainal Abidin.

Menurutnya ada yang menarik dari kisah Nabi Ibrahim dan anaknya.

Dalam kisah itu diajarkan betapa pentingnya dialog dan keterbukaan.

Baca Juga: Nostalgia 4 Momen Lebaran Idul Adha saat Masih Bocil, Bikin Kangen!

Walaupun perintah menyembelih Ismail dari Allah, Nabi Ibrahim tidak lalu berlaku semena-mena, sekehendak hatinya, meski terhadap anaknya sendiri, miliknya sendiri yang dapat diperlakukan semaunya.

Nabi Ibrahim justru memberikan kesempatan kepada anaknya untuk mengajukan saran agar diperoleh kata sepakat.

"Dialog itu merupakan simbol antara atasan dan bawahan, pemerintah dan rakyat, penguasa dan masyarakat sehingga tidak terdapat jurang pemisah atau kesenjangan," ujar Prof Zainal.

Atasan tidak merasa paling hebat dan benar yang pada gilirannya bawahan lebih percaya diri dan dapat lebih kreatif dan maju.

Begitu juga penguasa dan pemerintah tidak akan menjadikan rakyat sebagai obyek dan sasaran yang harus dikuasai dan diintimadasi,

Baca Juga: Presiden Jokowi Sangat Senang Melihat Masjid Istiqlal Setelah Direnovasi, Jadi Kebanggaan Semua

"Tetapi rakyat diberi kebebasan, dalam mengajukan pendapat dan menyalurkan aspirasi serta mendapatkan hak-haknya, saling bicara dan saling mendengar," ujarnya.

Budaya dialog dan keterbukaan, kata dia, bukan hanya di bidang politik, tetapi juga dalam kehidupan keagamaan sehingga terjalin kerukunan antar umat beragama dan antar umat beragama.

Budaya dialog perlu ditumbuhsuburkan, sehingga tidak melahirkan kesombongan paham, sekte, aliran dan golongan atau merasa paham dan pendapatnya yang paling benar.

"Bukankah menurut Islam setiap yang beriman itu bersaudara dan kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling kenal-mengenal bukan untuk saling menyalahkan, saling memaki saling berperang dan saling membunuh," ujarnya.

Melalui dialog, diharapkan praktek saling menuding kekurangan dan menonjolkan superioritas harus dikubur dalam-dalam.

"Perbedaan pendapat tidak dapat dibendung, namun pertentangan yang membawa keretakan dapat dihindari bahkan berbagai perselisihan dan perbedaan tidak harus diselesaikan di sini, dan kini di dunia tetapi ada yang akan diselesaikan di hadapan Allah di hari kemudian," katanya.

Perbedaan pendapat bahkan keyakinan merupakan fenomena alamiah atau sunatullah termasuk perbedaan pelaksanaan hari Idul Adha yang terjadi di Indonesia dan beberapa negara lain.

"Laksanakan dengan baik apa yang anda yakini benar tanpa harus menyalahkan orang lain yang berbeda dengan Anda, begitu pula sebaliknya," ungkapnya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI