Suara.com - Bupati Mojokerto, Ikfina menandatangani komitmen dukungan pendampingan keluarga berisiko stunting. Ini merupakan bukti bahwa Pemkab Mojokerto komit mengentaskan staunting di wilayah kerjanya.
Penandatangan dilakukan di Pendopo Graha Maja Tama Pemkab Mojokerto usai mengikuti acara peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang ke-29 tahun 2022 secara virtual, Kamis, (7/7/2022) pagi. Peringatan Harganas ke-29 kali ini dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Tidak hanya Bupati Mojokerto, penandatanganan komitmen bersama dukungan pendampingan keluarga berisiko stunting ini juga diikuti Wakil Bupati Mojokerto, Muhammad Albarraa, Sekretaris Daerah Kabupaten Mojokerto, Teguh Gunarko, serta Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Mojokerto, Shofiya Hana Albarraa.
Penandatanganan komitmen juga diikuti Ketua TP PKK Kecamatan, para camat se-Kabupaten Mojokerto juga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se-Kabupaten Mojokerto.
"Pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas berketahanan dan sejahtera yang hidup dalam lingkungan yang sehat pada setiap tahapan kehidupan sehingga diperlukan intervensi berbeda namun berkelanjutan," tutur Ikfina.
Baca Juga: Bupati Ikfina Siap Dongkrak PAD Kabupaten Mojokerto
Peringatan Harganas ke-29 kali ini yang mengusung tema 'Ayo Cegah Stunting, Agar Keluarga Bebas Stunting'. Ikfina menilai, tema ini sangat tepat dalam mengatasi satu problem, yakni tingginya stunting.
"Tema ini sangat tepat disusung dalam momen ini mengingat salah satu problem besar di indonesia adalah tingginya stunting," tuturnya.
Berdasarkan data SSGI tahun 2021, stunting skala nasional saat ini di angka 24,4 persen. Sementara Presiden RI telah menetapkan target nasional 2024 mendatang stunting turun 10 persen.
"Menurut data SSGI tahun 2021 stunting skala nasional 24,4 persen, yang mana menjadi target nasional ditetapkan oleh bapak Presiden RI tahun 2024 menjadi 14 persen. Demikian juga stunting di Jatim masih di angka 23,5 persen. Di Kabupaten Mojokerto prevalensi stunting mencapai 27,4 persen," jelasnya.
Menurut Ikfina, terjadinya stunting tidak hanya aspek kesehatan yang mempengaruhi. Tetapi juga kondisi ekonomi, perilaku masyarakat, budaya dan kondisi lingkungan masyarakat.
"Dapat dianalogikan apabila masyarakat sejahtera secara ekonomi, maka kebutuhan gizi keluarga dapat terpenuhi. Jika masyarakat memiliki kebiasaan dan budaya Pola Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS), makan dengan gizi seimbang, Wanita Usia Subur (WUS) dan rematri cukup gizi, disiplin minum TTD dan zat besi, pemberian asi esklusif, hidup di lingkungan yang bersih sehat dan melestarikan alam, tidak terjadi perkawinan usia anak, setiap Pasangan Usia Subur (PUS) tidak melahirkan terlalu muda atau terlalu tua, tidak terlalu banyak anak dan jaraknya tidak terlalu dekat (4T), maka keluarga dan anak-anaknya akan sehat dan tumbuh kembang dengan baik dan akan terhindar dari kasus stunting," terangnya.
Baca Juga: Bupati Mojokerto: Peringati Hari Kartini Tidak Hanya Sebatas Pakai Kebaya
Selain itu, Ikfina juga menyampaikan, beberapa permasalahan terkait dengan keluarga untuk mencegah stunting, yakni terksit dispensasi kawin. "Dispensasi kawin ini perlu mendapat perhatian lebih, karena adanya budaya, tradisi perjodohan stigma perawan tua, pendidikan, kemiskinan, dampak negatif globalisasi dan kemajuan IT.
"Selain itu, faktor pergaulan bebas dan adanya perubahan Undang-undang No 1 tahun 1974 menjadi Undang-undang No 16 tahun 2019 yang semula usia minimum calon pengantin 16 tahun meningkat menjadi 19 tahun. Juga terkait perceraian, pada kesempatan ini saya juga ingin menyampaikan banyaknya kasus perpisahan adalah karena ketahanan keluarga yang rapuh," imbuhnya.
Ikfina menekankan, ketahanam keluarga sangat diperlukan oleh keluarga dalam menghadapi permasalahan-permasalahan sosial di masyarakat.
"Ketahanan keluarga merupakan gambaran kemampuan keluarga dalam memenuhi segala kebutuhan keluarga yang berkaitan dengan kebutuhan dasar," cetusnya.
Ketahanan keluarga yang dimaksud, lanjut Ikfina, ketahanan keluarga yang baik, meliputi ketahanan legalitas dan keutuhan keluarga, ketahanan fisik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial psikologi, ketahanan sosial budaya. Ketahanan keluarga merupakan alat untuk mengukur pencapaian keluarga dalam melaksanakan peran, fungsi dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan anggota keluarga.
"Tingkat ketahanan keluarga ditentukan oleh perilaku individu dan masyarakat. Individu dan keluarga yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang ketahanan keluarga yang baik, akan mampu bertahan dengan perubahan struktur, fungsi dan peranan keluarga yang berubah sesuai perkembangan teknologi informasi dan komunikasi," katanya.
Tak hanya itu, untuk melancarkan pencegahan dan penurunan angka stunting di wilayah Kabupaten Mojokerto, Pemerintah Kabupaten Mojokerto juga menandatangani MoU dengan Pengadilan Agama Kabupaten Mojokerto.
"MoU ini terkait stunting. Khususnya dispensasi nikah. Calon pengantin yang belum usia 19 tahun kita cegah dulu. Agar bisa menunda pernikahannya," katanya.