Lembaga penyalur bantuan sejatinya sudah ada sejak zaman Rasulullah. Baitul mal sudah dikenal sejak tahun ke-2 hijriah pemerintahan Islam di Madinah.
Mengutip dari laman Baitul Mal Aceh Tamiang, mulanya lembaga tersebut berdiri saat terjadinya perdebatan di kalangan para sahabat Nabi SAW dalam pembagian harta rampasan Perang Badar. Turunlah surat Al-Anfal (8), ayat 41 yang berbunyi:
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Setelah diturunkannya ayat tersebut, Rasulullah mendirikan baitul mal yang mengatur setiap harta benda kaum Muslimin pada zaman itu. Harta yang dikelola merupakan harta keluar maupun masuk. Bahkan, Nabi Muhammad SAW sendiri menyerahkan segala urusan keuangan negara kepada lembaga tersebut.
Baca Juga: Ulasan Buku 'Rekam Jejak Para Sahabat Kaya Raya'
Di zaman Nabi Muhammad tersebut, sistem pengelolaan baitul mal masih sangat sederhana. Baitul mal atau lembaga penyalur bantuan belum memiliki kantor resmi, surat menyurat, dokumentasi, dan lain sebagainya sebagaimana sebuah lembaga keuangan resmi negara di masa sekarang.
Adapun harta-harta yang masuk langsung dibagikan kepada kaum Muslimin yang berhak mendapatkannya, atau dibelanjakan untuk keperluan umum. Oleh karenanya, tidak ditemukan catatan-catatan resmi mengenai laporan pemasukan dan pengeluaran baitul mal.
Seiring dengan berjalannya waktu, pengelolaan baitul mal mulai dilakukan perbaikan. Perbaikan tersebut terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq RA. Khalifah pertama tersebut menekankan pentingnya penerapan fungsi baitul mal. Sumber-sumbernya berasal dari zakat, zakat fitrah, wakaf, jizyah (pembayaran dari non-Muslim untuk menjamin perlindungan keamanan), kharraj (pajak atas tanah atau hasil tanah), dan lain sebagainya,
Diketahui, pada tahun kedua kepemimpinannya, Abu Bakar menjalankan fungsi baitul mal secara lebih luas. Baitul mal tidak hanya digunakan untuk menyalurkan harta, tetapi juga untuk menyimpan kekayaan negara. Di masa itu juga mulai ditetapkan gaji untuk khalifah yang diambil dari uang kas negara.
Pada saat Umar bin Khattab RA menjabat sebagai khalifah, kekayaan negara di baitul mal mengalami peningkatan yang cukup tajam. Dalam kepemimpinannya, Umar berhasil menaklukan Persia dan Romawi. Harta kekayaan pun mengalir deras ke Kota Madinah.
Baca Juga: Gus Baha: Andai Tahlilan Baik, Kenapa Sahabat Nabi Tidak Melakukan?
Di tahun 16 Hijriah, Umar mendirikan kantor baitul mal di Madinah, ia mengangkat Abdullah bin Irqam sebagai bendahara negara dan Abdurrahman bin Ubaid al-Qari sebagai wakilnya. Umar juga mengangkat juru tulis, menetapkan gaji pegawai pemerintah, dan menganggarkan dana angkatan perang.
Pada masa kekhalifahan Usman bin Affan RA, kekayaan negara semakin melimpah. Selama 12 tahun memimpin umat Islam, Usman berhasil melakukan ekspansi ke Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, Transoxania, dan Tabaristan. Usman juga berhasil membangun armada laut yang kuat di bawah komando Muawiyah. Armada tersebutlah yang menjadi angkatan laut Islam penguasa laut Mediterania.
Di zaman Ali bin Abi Thalib RA, kantor pusat baitul mal kemudian dipindahkan dari Madinah ke Kufah. Ali menganggarkan dana bantuan kepada kaum Muslimin yang membutuhkan.
Pada masa ini, Ali berhasil menunjukkan bagaimana menangani lembaga keuangan negara dengan penuh amanah. Kekayaan negara yang berasal dari rakyat benar-benar disalurkan untuk kepentingan rakyat.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa