Apa Rencana Putin Selanjutnya Setelah Luhansk Jatuh ke Tangan Rusia?

SiswantoBBC Suara.Com
Rabu, 06 Juli 2022 | 01:00 WIB
Apa Rencana Putin Selanjutnya Setelah Luhansk Jatuh ke Tangan Rusia?
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Satu lagi wilayah Ukraina yang jatuh ke tangan Rusia, yaitu Lysychansk.

Hal ini terjadi setelah pasukan Ukraina memutuskan mundur guna menghindari pertempuran sengit dan berkepanjangan, menurut gubernur kawasan tersebut.

"Rusia saat ini sangat diuntungkan oleh artileri dan amunisi. Mereka bisa dengan mudah menghancurkannya dari kejauhan, sehingga tidak ada gunanya bertahan," kata Serhiy Haidai.

Pernyataan itu klop dengan apa yang digambarkan Rusia saat merebut Lysychansk. Berbagai tayangan video yang diunggah ke media sosial pada Minggu (3/7) memperlihatkan para petempur Chechen berjoget di tengah kota tanpa perlawanan.

Baca Juga: Skema Impor Paralel Rusia Disebutkan Berhasil, Merek Mobil Asing Masuk Daftar

Perayaan tersebut dapat dipahami. Sebab, dengan jatuhnya Lysychansk, Rusia praktis telah menduduki seluruh kawasan Luhansk, tujuan strategis Presiden Vladimir Putin dalam invasi ke Ukraina.

Lantas, apa maknanya ini bagi pertempuran Donbas serta perang di Ukraina secara keseluruhan?

Baca juga:

Mari kita mulai dari perspektif Ukraina.

Bagi mereka, hal paling krusial adalah menghindari kehancuran sebagaimana terjadi di Mariupol. Meski mereka mampu memperlambat laju militer Rusia selama berpekan-pekan di Mariupol, rangkaian pertempuran itu telah menewaskan serta membuat ribuan serdadu paling cakap dalam militer Ukraina ditawan Rusia.

Baca Juga: Turki Menahan Kapal Berbendera Rusia Pengangkut Biji-bijian dari Ukraina

Ukraina ingin menghindari itu terjadi lagi.

Dalam pidatonya, Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan hal tersebut secara eksplisit. "Kami akan membangun kembali tembok-tembok, kami akan merebut kembali wilayah, namun di atas segalanya manusia harus diselamatkan."

Serhiy Haidai, gubernur kawasan Luhansk, mengatakan hal serupa kepada saya: "Pasukan kami telah mundur ke posisi yang lebih terlindungKami menjaga pertahanan Luhansk selama lima bulan. Selagi menjaga pertahanan, kami membangun benteng baru di kawasan Donetsk. Sekarang semua pasukan ke sana."

Beberapa jam setelah Lysychansk jatuh ke tangan Rusia, Oleksiy Arestovych selaku penasihat kepresidenan Ukraina bahkan menyebut pertahanan Lysychansk-Severodonetsk merupakan "operasi militer yang sukses".

Mengingat bendera Rusia kini berkibar di kedua kota itu, klaim tersebut sedikit bertentangan dari kenyataan. Namun, inti pernyataan Oleksiy Arestovych adalah Ukraina tengah melakoni pertempuran panjang guna mengulur waktu.

Untuk memahami logika ini, Anda perlu tahu pentingnya persenjataan dari Barat untuk militer Ukraina.

Singkat kata, tanpa pasokan senjata dari NATO, Ukraina bakal berada dalam kesulitan lebih besar dari situasi sekarang.

Semakin lama Ukraina bisa menunda laju militer Rusia, semakin canggih pula roket dan sistem artileri yang Ukraina bisa gunakan dalam pertempuran.

Sistem peluncur roket HIMARS buatan Amerika Serikat, misalnya, telah dipakai militer Ukraina dan disebut-sebut mengubah keseimbangan konflik secara drastis.

Semakin banyak waktu bagi Ukraina membuat pasokan senjata lebih banyak sehingga Ukraina bisa membalikkan keadaan, khususnya ketika rangkaian sanksi membuat Rusia kesulitan mengganti persenjataan dan amunisi.

Kini giliran perspektif Rusia.

Tujuan resmi mereka adalah merebut, atau yang mereka sebut "membebaskan", Donbas. Mengambil alih Luhansk membuat tujuan itu selangkah lebih dekat.

Hal tersebut disoroti secara khusus oleh Presiden Vladimir Putin, tatkala dia memberikan lencana penghargaan tertinggi "Pahlawan Rusia" kepada para komandan serangan ke Luhansk.

Tapi, apa selanjutnya?

Hampir bisa dipastikan militer Rusia akan berupaya merebut seluruh wilayah Donbas, terutama Kota Sloviansk dan Kramatorsk - keduanya dibombardir secara intensif dalam beberapa hari terakhir.

Kota Sloviansk disebut-sebut punya makna khusus bagi gerakan separatis sokongan Moskow karena di kota itulah terjadi pemberontakan pertama pada 2014.

Di luar itu, strategi Rusia secara keseluruhan belum jelas. Sebagian besar tergantung dari kondisi kekuatan pasukan mereka jika mereka akhirnya menguasai Donbas.

Dalam pernyataannya, Presiden Putin berkata: "Unit-unit yang ambil bagian secara aktif dalam pertempuran dan meraih kesuksesan serta kemenangan di Luhansk jelas harus beristirahat dan meningkatkan kemampuan tempur mereka."

Jika mereka masih sanggup melaju cepat, mereka bisa melanjutkan pergerakan sampai seluruh bagian Ukraina dikuasai dan bahkan mencakup Kota Dnipro atau melampauinya.

Di sisi lain, jika militer Rusia keletihan, sebagaimana diprediksi banyak analis dan diindikasikan Putin, boleh jadi Rusia akan menyatakan berakhirnya "operasi militer khusus"istilah Rusia terhadap invasi ke Ukraina.

Mereka mungkin berharap gencatan senjata sepihak akan mengurangi sokongan internasional ke Ukraina dan beberapa negara, boleh jadi Prancis dan Jerman, mendorong perdamaian.

Ukraina tanpa diragukan akan terus bertempur, tapi tanpa pasokan senjata amat mungkin garis depan menjadi konflik yang membeku, seperti terjadi antara 2014-2022. Keadaan gonjang-ganjing di Ukraina itulah yang diharapkan Rusia.

Saat ini, tiada yang pasti lantaran kedua belah pihak mengklaim berada di atas angin. Perlu dicatat bahwa walau Ukraina dipukul mundur dari Donbas, mereka meraih kesuksesan baru-baru ini, seperti merebut Pulau Ular.

Satu-satunya yang bisa dipastikan adalah perang ini belum akan berakhir dalam waktu dekat dan warga di kawasan Donetsk akan menjadi korban selanjutnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI