Kehidupan di Zona Gempa Belanda, Warga Merasa Hidup seperti di Koloni

SiswantoBBC Suara.Com
Minggu, 03 Juli 2022 | 05:58 WIB
Kehidupan di Zona Gempa  Belanda, Warga Merasa Hidup seperti di Koloni
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gas yang membuat Belanda menjadi negara kaya telah membuat banyak kota dan desa hancur berantakan.

Ekstraksi sumber daya ini dari wilayah Groningen di utara menyebabkan ribuan gempa bumi, dan mengubah seluruh permukiman menjadi zona bencana. Ekstraksi gas awalnya dijadwalkan untuk berhenti pada 2024, namun perang di Ukraina berarti harapan itu pun runtuh.

Kanal berkelok-kelok, kincir angin klasik, dan bunga tulip bermekaran. Overschild tampak seperti desa khas Belanda - sampai Anda melihat kondisi rumah-rumahnya.

Di jalan demi jalan, rumah-rumah seakan-akan menanggung bekas luka. Bahkan menara gereja dari abad ke-19 rusak dan kerusakannya tampak seperti disambar kilat.

Baca Juga: Mamuju Zona Merah Rawan Gempa, Masyarakat Harus Bangun Rumah Tahan Gempa

Retakan membelah dinding batu dan ubin lantai, rumah-rumah diperkuat dan disangga oleh balok kayu besar, sebuah truk perusahaan konstruksi diparkir di hampir setiap jalur masuk rumah.

Delapan puluh persen dari desa ini harus dihancurkan sepenuhnya karena rumah-rumah tersebut dianggap terlalu tidak aman untuk ditinggali.

"Kami diperlakukan dengan buruk. Kami pada dasarnya adalah koloni Belanda. Mereka mengeruk semua kekayaan dan kami hampir tidak menerima imbalan apa pun," kata Coert Fossen, ketua Groningen Earth Movement.

Ekstraksi gas telah menyebabkan lebih dari 1000 gempa bumi sejak Exxon Mobil dan Shell memulai pengeboran di sana pada tahun 1963.

Menurut perkiraan resmi terbaru, negara Belanda telah mendapatkan 417bn (Rp6.608 triliun) dari situs ini sejak tahun 1965.

Baca Juga: Dilewati Sesar Aktif, Tarakan Kawasan Paling Rawan Gempa di Kalimantan

Coert menjelaskan bahwa pelepasan gas dari batu pasir telah menyebabkan pergeseran tanah.

Beberapa kanal yang dulunya mengalir dari timur ke barat berubah arah. Bahkan sapi terlihat berlari mencari perlindungan saat gempa terjadi. Ia tersenyum, tetapi meyakinkan saya bahwa ini bukan sekadar cerita takhayul.

Kami mengunjungi sebuah permukiman baru, akomodasi untuk ratusan pengungsi dalam negeri di Belanda.

Coert mengatakan ada empat atau lima dari perumahan sementara seperti ini di setiap desa.

"Ketika rumah-rumah warga dibongkar atau diperbaiki, mereka pindah ke sini. Risikonya adalah [bahwa] saat gempa, rumah mereka bisa runtuh."

Coert sendiri adalah satu dari ratusan ribu korban. Pada 2012, ia sedang bersantai di rumahnya ketika kursi yang ia duduki mulai bergetar. Di atasnya, ia mendengar balok kayu yang menopang struktur rumahnya berderit.

Lebih dari satu dekade kemudian, ekstraksi gas belum berhenti dan pemerintah Belanda telah menetapkan ratusan rumah sebagai sangat tidak aman, sementara para penduduk melawan sistem yang mereka rasa telah merugikan mereka, bahkan dalam hal kompensasi dasar.

Di tengah masalah besar ini, setiap korban menyatakan tidak percaya bagaimana bisa gas terus diambil dari tanah mereka. Mereka tak habis pikir mengapa kekayaaan suatu bangsa didahulukan daripada kesehatan dan kesejahteraan warganya.

Kami menanyakan itu kepada Hans Vijlbrief, menteri industri ekstraktif.

"Jika Anda bertanya bagaimana ini bisa terjadi di Belanda orang-orang tidak percaya. Orang-orang di tempat (jabatan) tinggi kesulitan mempercayai ini," ia mengakui, merujuk pada gempa bumi pertama dan kerusakan yang diakibatkannya pada tahun 2012.

"Ini pernah jadi sesuatu yang sangat kami banggakan. Ini hal besar. Kami menjadi kaya dari ini. Jika Anda ingin penjelasan tentang bagaimana hal seperti ini bisa terjadi di negara ini, saya pikir itu jawabannya."

Ladang gas Groningen dijadwalkan akan ditutup antara tahun 2023 dan 2024.

Baca juga:

Namun konflik di Ukraina memaksa pemerintah untuk mempertimbangkan kembali ketergantungan mereka pada minyak dan gas Rusia. Seiring dengan meningkatnya biaya untuk energi, Eropa semakin tertekan untuk menggunakan persediaan dari sumber yang lebih dekat.

Orang-orang yang mengira akhir sudah di depan mata menghadapi lebih banyak ketidakpastian.

Banyak warga menginginkan jaminan bahwa penutupan yang sudah direncanakan akan terlaksana.

Namun Hans Vijlbrief tidak akan memberikannya.

"Kalau Anda ingin jaminan, sebaiknya Anda pergi ke pedagang mobil bekas. Tekanan terhadap saya, terhadap pemerintah, sangat besar... Jujur saja, ada kepentingan yang sangat besar yang mendesak saya untuk, katakanlah, membuka kembali kerannya; tetapi saya tidak akan melakukannya karena itu tidak aman, itu berbahaya."

Rumah Jannie dan Bart Schrage tidak bisa diselamatkan.

Jannie menunjukkan kepada kami retakan di lantai keramik mereka, di bawah jendela depan, sampai ke tembok. Petugas pemerintah yang melakukan inspeksi tidak menjamin rumah mereka akan bertahan bila terjadi gempa bumi besar lagi.

"Ini telah membuat kami bertambah tua. Banyak stres. Masalah jantung... mereka telah merampas kebahagiaan kami. Dan kami berusaha untuk bangkit kembali tetapi tidak mudah karena kami melihat ini terjadi di sekitar kami lagi dan lagi."

Ini adalah cerita yang sering kami dengar dari banyak keluarga di dalam zona gempa itu. Jannie dan Bart menunjukkan kepada kami binder ring yang penuh dengan bukti-bukti upaya mereka melawan sistem birokratik yang mereka rasa dirancang untuk menghalangi alih-alih membantu mereka mendapatkan kompensasi.

Dalam banyak kasus, warga terpaksa menggunakan tabungan mereka sendiri untuk memastikan mereka bisa tinggal di rumah yang aman.

Ketidakamanan dan upaya tanpa akhir supaya hak mereka diakui telah berdampak serius pada kesehatan jiwa mereka.

Tom Postmas, profesor psikologi sosial di Universitas Groningen, memberi tahu kami tentang penelitian terbaru yang menemukan sekitar 16 orang per tahun meninggal lebih awal dari biasanya di daerah gempa Groningen karena stres akibat gempa. Semua orang yang meninggal diketahui mengalami kerusakan pada rumah mereka.

"Ada begitu banyak kekayaan yang bisa didapat, ini seperti tambang emas, jadi orang-orang merasa tidak berdaya untuk menghentikan ini."

Namun beberapa orang yang menentang ekstraksi setelah 2023 telah berubah pikiran karena perang di Ukraina dan kenaikan harga energi. Banyak yang merasa tertekan untuk menerima lebih banyak ketidakpastian.

Gerry Bulthu mengontrak di salah satu permukiman sementara, menunggu rumah barunya yang tahan gempa dibangun.

"Di satu sisi, Anda tidak ingin membiarkan orang-orang tidak punya rumah, di sisi lain kami tidak mau ada gempa bumi lagi."

Di lokasi episenter, perjuangan Coert Foessen untuk penutupan ladang gas didorong oleh rasa keadilan.

"Ini membuat saya marah karena ada pemerintahan yang membiarkan perusahaan untuk menghancurkan rumah, properti warga dan tidak hanya itu tapi juga cara hidup mereka."

REKOMENDASI

TERKINI