Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak Ibu Negara Iriana dalam kunjungannya ke Ukraina dan Rusia. Kunjungan Presiden Jokowi itu kemudian menjadi perbincangan baik media di Indonesia maupun media internasional.
Dalam kunjungan itu Jokowi diketahui bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Ukraina dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow, Rusia.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Internasional Universitas Nasional Jakarta Ogiandhafiz Juanda menilai ada pesan baik yang ingin disampaikan Jokowi kepada dunia, bahwa Ukraina dan Rusia merupakan tempat yang bisa dikunjungi.
"Tentu ini adalah pesan yang di ingin disampaikan oleh bapak presiden kita bahwa Ukraina, Rusia adalah tempat yang bisa dikunjungi ketika dia membawa misi yang baik," ujar Ogiandhafiz dalam diskusi bertajuk 'Efek Misi Luar Biasa Jokowi ke Ukraina dan Rusia', Sabtu (2/7/2022).
"Artinya adalah begini, banyak kemudian negara-negara yang takut untuk melakukan kunjungan ke Ukraina ataupun ke Rusia untuk melakukan percobaan untuk mendamaikan kedua negara", sambungnya.
Karenanya kata Ogiandhafiz, Jokowi datang didampingi Iriana untuk memiliki misi yang baik untuk kedua negara dan seluruh dunia.
"Bapak Presiden Joko Widodo ingin menunjukkan bahwa ini saya juga bawa istri. Artinya tidak masalah kita (Jokowi dan Iriana) masuk ke sini selama kita punya niat dan tujuan yang baik bagi negara, yang pada ujungnya adalah bagi seluruh dunia tidak hanya bagi kedua negara tersebut," kata Ogiandhafiz.
Tak hanya itu, Ogiandhafiz menuturkan selama lima bulan konfik bersenjata antara Ukraina dan Rusia, tak banyak negara yang mencoba untuk bertemu Presiden Zelenskiy ataupun Presiden Putin.
Ia mencatat beberapa negara seperti Turki, Perancis, Israel yang bertemu dengan Presiden Zelenskiy ataupun Presiden Putin.
Baca Juga: Disinggung Putin di Depan Jokowi, Apa Saja Jasa Rusia buat Indonesia?
"Tetapi kita tahu anggota PBB ini ada 193, kalau kita sebutkan di negaranya itu hanya hitungan jari," tutur Ogiandhafiz.
Sehingga ia menilai tak ada negara yang berani untuk mencoba menjadi pihak ketiga dalam upaya mendamaikan Ukraina dan Rusia.
"Berarti kan selama 5 bulan ini tidak banyak negara yang berani untuk terjun secara langsung mencoba untuk menjadi pihak ketiga. Karena apa? Rusia dan Ukraina ini sudah kehilangan, mereka sudah tidak saling percaya," katanya.