Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Meminta Maaf ke PBNU Terkait Kasus Mardani

Erick Tanjung Suara.Com
Sabtu, 02 Juli 2022 | 20:53 WIB
Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Meminta Maaf ke PBNU Terkait Kasus Mardani
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. (Suara.com/Ria Rizki).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menyampaikan permintaan maaf kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU atas pernyataannya yang dapat disalahtafsirkan terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Mardani H Maming.

"Saya mencabut pernyataan saya yang bisa disalahtafsirkan dan saya mohon maaf. Pernyataan itu merupakan pernyataan umum dan normatif," kata Fickar saat dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu (2/7/2022).

Dia menjelaskan pernyataannya soal potensi pengenaan pasal tindak pidana pencucian uang atau TPPU dalam kasus Mardani tidak pernah bermaksud menyerang PBNU.

Dia meluruskan bahwa pernyataan tersebut bersifat umum dan normatif, yakni apabila kasus korupsi yang diduga melibatkan Mardani dikenakan pasal TPPU, maka pihak yang menerima aliran dana tersebut dapat pula terseret dalam kasus tersebut.

Baca Juga: Wasekjen PBNU Minta Semua Pihak Hormati Proses Hukum Mardani Maming

"Saya tidak pernah menyerang PBNU. Saya hanya menjawab pertanyaan secara normatif bahwa siapa pun yang menerima sesuatu yang patut diduga berasal dari hasil kejahatan, mereka bisa diklasifikasikan sebagai peserta," jelasnya.

Dengan demikian, Fickar menekankan pernyataan tersebut merupakan respons secara umum dan normatif tanpa bermaksud menyerang pihak mana pun, terutama PBNU.

"Jawaban itu secara umum dan normatif saja, tidak pernah ditujukan pada siapa pun, apalagi PBNU, dimana saya pernah juga menjadi staf pengurusnya. Jadi, itu jawaban sebagai respons saja dari pertanyaan normatif. Oleh karena itu, jika PBNU keberatan dengan jawaban normatif itu, saya mohon maaf karena itu bukan ditujukan pada PBNU," katanya.

Fickar mengaku pernah menjadi staf Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU di era kepengurusan KH Hasyim Muzadi.

Sebelumnya, Wasekjen PBNU Abdul Qodir mengimbau semua pihak untuk menghormati proses hukum yang dijalani Mardani H Maming dengan menerapkan prinsip praduga tidak bersalah.

Baca Juga: Soal Kasus Mardani H. Maming, Wasekjen PBNU Minta Semuanya Hormati Prinsip Praduga Tidak Bersalah

"Akademisi, KPK, dan penegak hukum lainnya, serta masyarakat perlu turut menegakkan prinsip praduga tidak bersalah. Asas praduga tidak bersalah tak boleh hanya menjadi jargon belaka," kata Qodir.

Imbauan tersebut juga ditujukan Qodir untuk merespons pernyataan Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar mengenai potensi pengenaan pasal TPPU dalam perkara Mardani.

Qodir mengatakan pernyataan itu dapat menyeret PBNU dan menyerang figur ketua umum serta kelembagaan PBNU, sehingga Fickar perlu mengoreksi pernyataannya.

Sejauh ini, KPK telah memeriksa sembilan saksi terkait dengan kasus yang menjerat Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming periode 2010-2018. Mardani diduga terlibat dalam kasus dugaan suap terkait pemberian izin usaha pertambangan atau IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

"Sejauh ini telah dipanggil sebagai saksi sekitar sembilan orang terdiri dari pihak swasta, ASN, dan pengacara," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (30/6).

Kendati demikian, Ali tidak merinci identitas dari para saksi tersebut. KPK memastikan pengumpulan alat bukti dalam penyidikan kasus tersebut masih terus dilakukan meskipun Mardani mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Mardani mendaftarkan permohonan praperadilan di PN Jaksel pada Senin (27/6) dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka. Permohonan praperadilan Mardani itu terdaftar dengan nomor perkara 55/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL. Sebagai pihak pemohon adalah Mardani dan pihak termohon adalah KPK cq penyidik KPK. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI