Suara.com - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Amirsyah Tambunan menyebutkan sejumlah kriteria hewan kurban sebagaimana diatur dalam Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku.
Pertama, hewan yang sehat dan kuat sah untuk dikurbankan. "Jangan mengorbankan yang sakit," ujar Amirsyah, hari ini.
Kedua, hewan yang hanya mengalami gejala ringan PMK juga sah untuk dikurbankan.
"Bahwa kalau ada yang sudah mulai kelihatan gejala klinis sakit, misalnya sudah mulai keluar air liurnya atau ludahnya, kemudian kuku kakinya mulai melepuh intinya gejala masih ringan itu masih boleh, sah untuk dikorbankan," tutur Amirsyah.
Baca Juga: Bacaan Niat Kurban Idul Adha dan Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban
Ketiga, hewan kurban yang telah mengalami gejala berat, seperti tubuh yang kurus dan tak mau makan, tidak sah dijadikan kurban.
"Sekarang hewan kurban sakitnya sudah parah. Contoh parahnya apa ya kurus, nggak mau makan, berdiri kagak bisa gitu ya, nah itu enggak boleh, tidak boleh untuk dijadikan kurban," kata dia.
Keempat, hewan kurban yang terkena PMK, kemudian diobati dan sembuh, dinyatakan sah dijadikan hewan kurban. Pemotongan kurban boleh dilakukan pada hari pertama Idul Adha, yaitu 9 sampai 10 dzulhijah dan tiga hari setelahnya atau di hari tasyrik.
"Atau sebaliknya, kalau dia sembuh di luar 10 sampai 3 hari tasyrik, maka tidak sah sebagai kurban hanya sedekah biasa," kata Amirsyah.
Masyarakat diminta MUI menyikapi wabah PMK secara proporsional dan profesional.
"Harus menyikapi ini secara proporsional dan profesional. itu artinya kita lihat secara proporsi, bagaimana mengatasi ini supaya tidak panik, tidak merasa bahwa ini kemudian menimbulkan kegundahan yang berkepanjangan. Karena bagi kita, setiap kali ada problem itu mesti ada solusi," katanya.