Suara.com - Bangunan Madinatul Hujjaj masih berdiri megah di tengah Kota Jeddah, Arab Saudi. Kondisinya seolah hidup segan, mati pun enggan. Madinatul Hujjaj menjadi saksi bisu keriaan saat ibadah haji Indonesia di masa lalu.
Madinatul Hujjaj diartikan sebagai rumah bagi jemaah haji. Dari kejauhan, bangunan tersebut tampak gagah dan kokoh, menjulang tinggi di antara bangunan sekitar. Bentuknya pun memanjang mengisi sisi jalan King Khalid, Kota Jeddah.
Meski begitu, ketika didekati, bangunan tersebut tampak terbengkalai. Cat putih yang mendominasi lapisan gedung mulai kotor, pudar dan mengelupas. Pun dinding dan eksteriornya banyak yang keropos.
Saat tim Media Center Haji (MCH) mengunjungi bangunan tersebut, tampak akses masuk ke Madinatul Hujjaj tertutup rapat, baik itu pintu maupun gerbang. Namun, ada beberapa jendela yang terbuka, meski dihalangi teralis.
Baca Juga: Mengapa Haji 2022 Mendapat Gelar Haji Akbar? Ini Penjelasannya
Tim MCH mencoba mencari akses masuk melalui gerbang di dua sisi Madinatul Hujjaj. Namun upaya berbuntut nihil. Gerbang tertutup rapat. Tampak, ada puing-puing di bagian belakang gedung memanjang tersebut.
Bagian Madinatul Hujjaj berbentuk persegi panjang tersebut merupakan gedung B. Bangunannya memiliki lima lantai. Di penghujung sisi lain gedung, terdapat perusahaan yang memasok air ke seluruh kota Jeddah.
Dulu, sebelum di ambang gusur, ada dua gedung utama yang dipisahkan satu gedung berlantai dua. Gedung dua lantai itu berfungsi sebagai kantor. Dua gedung utama terletak di sisi barat dan sisi tenggara (gedung B) dari kantor.
Kompleks gedung A memiliki empat lantai. Sementara gedung B terdiri dari lima lantai. Gabungan kapasitas tempat tidur di gedung A dan B ini bisa mencapai 20 ribu orang. Bentuk gedung A berupa persegi empat, namun sisi timur lebih memanjang.
Syahdan, Madinatul Hujjaj merupakan tempat transit bagi jemaah Indonesia dan Malaysia. Kala itu, jemaah haji yang akan pulang ke Tanah Air melalui Bandara Jeddah dari Makkah bakal diinapkan di Madinatul Hujjaj.
Baca Juga: Sederet Keistimewaan Hari Jumat dalam Haji Akbar 2022
Sejak 2005, Madinatul Hujjaj dialihfungsikan oleh Kementerian Agama di era almarhum Muhammad Maftuh Basyuni. Setelah dialihfungsikan, jemaah haji Indonesia tak lagi transit di Madinatul Hujjaj. Pemerintah memilih untuk menyewa banyak hotel di wilayah Jeddah.
Sembilan tahun terakhir atau sejak 2005, Madinatul Hujjaj sudah tidak digunakan. Pertimbangannya, faktor konstruksi bangunan yang mulai rapuh. Bangunan itu ringkih ambrol jika dipaksakan ditempati jemaah haji Indonesia.
Madinatul Hujjaj pun sempat disewa oleh Kantor Urusan Haji sebagai pool kendaraan operasional haji dan bagasi barang (kargo) serta pemeriksaan koper jamaah untuk memastikan apakah berisi air zamzam atau tidak.
"Dulu sempat kita pakai untuk pool kendaraan. Namun sekarang, kendaraan sudah dipindahkan ke tempat lain, karena kita sewa (bangunan) punya Arab Saudi," ujar Kepala Kantor Urusan Haji Nasrullah Jasam, saat ditemui tim Media Center Haji.
Memotret keramaian Madinatul Hujjaj
Nasrullah merupakan salah satu saksi keriaan jemaah haji di Madinatul Hujjaj saat itu. Ya, Nasrullah sudah menjadi haji sejak 1997. Dulu, kata Nasrullah, bangunan itu menjadi tempat transit jemaah haji sebelum berangkat ke bandara untuk pulang ke Tanah Air.
Ada gedung besar di dalam komplek. Di tiap kamar, ada ranjang susun untuk peraduan jemaah. Selama 24 jam di sana, semua dokumen jemaah haji diproses, baik itu paspor, boarding pass, termasuk bagasi.
"Namun, kondisi bangunan tersebut semakin lama, semakin tua, semakin rapuh. Jemaah kita pun banyak yang sepuh. Jika dipaksakan masuk sana kan kasihan, apalagi mereka yang berada di lantai 2," kata Nasrullah.
Kendati begitu, Nasrullah mengakui koordinasi dan pengaturan di Madinatul Hujjaj lebih baik serta nyaman, meski fasilitasnya sangat sederhana. Sebab, di sana, jemaah bisa lebih santai sampai mempersiapkan kepulangan.
Dia masih mengingat keramaian jemaah di Madinatul Hujjaj. Meski lelah menunggu kepulangan, jemaah tidak bisa tidur. Suasananya di situ sangat bahagia. Di sana, ada pasar kaget. Pedagang menjual bakso, ketoprak dan segala macam penganan khas Indonesia.
"Meski jemaah capek, tapi suasananya saat itu happy. Sebelum jemaah berangkat di bus menuju gerbang, dituntun baca doa oleh pembimbing menggunakan speaker," tutur Wakil Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji tersebut.
Madinatul Hujjaj semakin renta. Pemerintah pun memutuskan untuk tidak menggunakan Madinatul Hujjaj sebagai lokasi transit jemaah. Buntutnya, disediakan hotel-hotel transit di Jedah sebagai lokasi penginapan jemaah haji.
Wacana refungsi
Pada 2009, Menteri Agama saat itu, Maftuh Basyuni, sempat mewacanakan refungsi Madinatul Hujjaj di Jeddah. Tujuannya memudahkan koordinasi pengurusan jemaah haji Indonesia di Tanah Suci pada masa mendatang.
"Jika hal itu memungkinkan, saya lebih cenderung menggunakan Madinatul Hujjaj sebagai asrama transit kedatangan dan pemulangan jemaah haji Indonesia," kata Maftuh seperti dikutip dari Republika.
Sebaliknya, Ketua Umum MPP Rabithah Haji Indonesia saat itu, Ade Marfuddin, mengaku kurang setuju dengan refungsi Madinatul Hujjaj. Menurutnya, itu hanya merupakan upaya pemborosan bagi jamaah haji.
"Lebih baik dikoordinasikan lebih awal, harusnya jamaah haji sudah dipersiapkan pulang ke tanah air sejak dari pondokan Mekah, sehingga tidak perlu lagi transit di Jeddah. Ini akan menghemat biaya dan patut dicoba," ujarnya dikutip dari Nu.or.id.
Ade menambahkan pemerintah sebaiknya jangan memberikan peluang bagi jamaah haji untuk keluar dan bermalam di Jeddah. Di Jeddah, kata Ade, tidak ada lagi kegiatan yang menyangkut ibadah haji, di sana juga tidak banyak tempat untuk ziarah.