"Erupsi kemarin sebagai bukti kekhawatiran kami yang tidak pernah digubris sehingga banyak sekali korban jiwa dan kerusakan lingkungan yang begitu parah," ujar dia.
Menurut dia, sebelum tanggul penambang pasir itu berdiri, material yang keluar dari Gunung Semeru tidak pernah mengarah ke permukiman warga.
"Contohnya tahun 1994 itu kan enggak ada kegiatan pertambangan, jadi erupsi itu langsung mengarah ke laut," ucap Holik.
Hingga saat ini, kata dia, tanggul tersebut masih berdiri dan aktivitas penambangan pasir di Kali Regoyo masih berjalan meski kawasan itu berstatus zona merah erupsi Gunung Semeru.
"Kami kemarin mengadukan ke DPRD Lumajang yang katanya akan membuat panitia khusus untuk menyelidiki, tapi hingga saat ini tidak ada tindak lanjut apa-apa," ujar dia.
Sementara itu, Pangat berharap aksi jalan kaki yang telah ia mulai dari Desa Sumber Wuluh, Candipuro, Lumajang Jawa Timur pada 21 Juni 2022 tidak sia-sia.
Setelah sampai di Istana Negara, warga Desa Sumber Wuluh yang rumahnya sempat tertimbun pasir Semeru tersebut berharap dapat diterima Presiden Joko Widodo.
"Lebih baik saya jalan kaki langsung ke Presiden. Nanti ketemu Presiden, semoga Presiden mendengarkan kata-kata saya," ujar Pangat yang menargetkan sampai di Jakarta enam hari kemudian. (Antara)
Baca Juga: Relawan Jokowi Akan Gelar Musyawarah Rakyat Tentukan Capres 2024, Presiden Jokowi Diundang