Suara.com - Santi Warastuti datang ke DPR dan diterima Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad untuk mencari dukungan politik agar penggunaan ganja untuk medis dilegalkan di Indonesia.
Santi seorang ibu yang menginginkan minyak Cannabidiol (CBD) untuk mengobati anaknya yang mengidap cerebral palsy pada bagian otak. Fotonya viral setelah aksi di Bundaran Hotel Indonesia dengan memegang papan bertuliskan "Tolong, anakku butuh ganja medis." Dia berdiri di dekat putrinya, Pika, yang duduk di kursi roda.
Setelah didatangi Santi dengan didampingi pengacara, DPR akan menyelenggarakan rapat dengar pendapat dalam waktu dekat.
"Setelah mendengarkan apa-apa yang tadi disampaikan, maka kami akan mengambil langkah-langkah untuk mendorong rapat dengar pendapat dengan Komisi III yang kebetulan sedang membahas revisi Undang-Undang Narkotika," kata Dasco di DPR, Jakarta, Selasa (28/6/2022).
Baca Juga: Akankah Indonesia Susul Thailand Legalkan Ganja untuk Medis?
DPR menyangkut isu legalitas ganja juga akan mengundang sejumlah pihak, di antaranya Kementerian Kesehatan.
"Kemungkinan nanti akan dikoordinasikan oleh Komisi III karena itu berkaitan dengan Komisi IX dan lain-lain," kata Dasco.
Santi -- meski perjuangannya masih panjang -- menyatakan tetap bersyukur bisa menyampaikan pendapatnya kepada pimpinan DPR dan direspons secara positif.
"Alhamdulilah apa yang saya aspirasikan mendapat tanggapan yang bagus dari bapak. Minta doanya dari semua semoga bisa berjalan dengan lancar dan bisa menolong anak saya dan anak-anak yang lain terutama," kata Santi.
Perlu kajian mendalam
Baca Juga: Ganja Medis: Perjuangan Santi Warastuti Demi Cari Pengobatan untuk Anaknya
Diperlukan kajian komprehensif terkait usulan agar ganja dapat digunakan untuk kebutuhan medis di Indonesia.
Dasco menyebut aspirasi masyarakat sangat besar menyangkut penggunaan ganja untuk keperluan medis, terutama mengacu pada perkembangan di dunia yang sudah menggunakan ganja untuk pengobatan.
Namun Dasco mengingatkan bahwa di Indonesia aturan hukum belum memungkinkan untuk memperbolehkan penggunaan ganja bagi keperluan medis.
"Kita perlu kaji lalu juga perlu koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Badan Narkotika Nasional, Kementerian Kesehatan. Karena kita juga belum tahu ganja untuk medis itu seperti apa klasifikasinya," ujarnya.
"Sehingga nanti kita akan coba buat kajiannya. Apakah itu kemudian dimungkinkan untuk ganja itu sebagai salah satu obat medis yang memang bisa dipergunakan karena di Indonesia kajiannya belum ada."
Ia tidak menginginkan apabila nanti salah mengambil jenis ganja untuk medis, nanti malah tidak bagus untuk pengobatan namun justru merugikan.
Namun dia memastikan DPR akan meminta alat kelengkapan dewan terkait untuk berkoordinasi dengan pemerintah untuk memperhatikan aspirasi masyarakat terkait penggunaan ganja untuk pengobatan.
Di ASEAN, negara yang sudah melegalkan pemakaian ganja untuk keperluan medis adalah Laos dan Thailand sehingga mereka tergabung dengan 30 negara di seluruh dunia yang telah menerapkan aturan itu.
Dalam laporan BBC disebutkan Santi menyeru supaya Mahkamah Konstitusi segera memberikan putusan dalam upaya uji materi UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang dilayangkan olehnya serta sejumlah orang tua pasien cerebral palsy dan lembaga swadaya masyarakat.
Uji materi yang diajukan pada November 2020 itu bertujuan supaya Narkotika Golongan I, termasuk ganja, dapat digunakan untuk kepentingan penelitian dan pelayanan kesehatan atau terapi.
"Tolong angkat kekuatiran saya ... Beri saya kepastian. Beri kami kepastian," tulis Santi dalam surat terbuka kepada MK yang juga tersebar di media sosial.
Meskipun banyak orang melaporkan manfaat ganja sebagai pereda rasa sakit dan kejang, pengetahuan mengenai efek ganja medis pada anak-anak dan remaja dengan kondisi kronis masih terbatas.
Bagaimanapun, sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengatakan ganja medis tetap perlu tersedia sebagai pilihan. [rangkuman laporan Suara.com]