Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai penetapan tersangka yang dilakukan Polres Metro Jakarta Selatan dalam kasus dugaan penistaan agama yang menjerat enam karyawan Holywings Indonesia, tindakan reaktif karena tekanan massa.
Hal itu kata Kepala Advokasi dan Pengacara LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, semakin menambah daftar korban dari penggunaan pasal karet.
"LBH Jakarta menilai polisi bertindak reaktif dan menunjukkan standar ganda jika dibandingkan dengan penanganan kasus-kasus lain," kata Nelson dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/6/2022).
LBH Jakarta mencatat, tindakan kepolisan yang bekerja reaktif atas dasar tekanan publik untuk kedua kalinya terjadi dalam sebulan ini. Sebelumnya, kepolisian langsung memanggil pemilik usaha makanan online dalam kasus rendang babi.
Lanjutnya, penangkapan para pekerja Holywings berdasarkan laporan anggota kepolisian (Laporan Model A) juga membuktikan bahwa aparat mendefinisikan sendiri kerugian, akibat tindakan yang dituduhkan kepada enam tersangka.
"Para pekerja Holywings dan kepolisian seolah-olah bertindak sebagai korban. Penerapan pasal-pasal karet eksesif ditambah dengan laporan/pengaduannya dibuat oleh anggota kepolisian sendiri menambah bukti subjektifitas aparat dalam penegakan hukum pidana," kata Nelson.
Dalam perkara ini para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal, salah satunya Pasal 156a KUHP karena dituduhkan melakukan penistaan agama. Kata Nelson dalam pasal tersebut diselipkan ke dalam KUHP melalui Pasal 4 UU 1/PNPS/1965.
"Sehingga sebelum seseorang dijatuhi pidana berdasarkan UU No. 1/PNPS/1965 terlebih dahulu harus ada tindakan dari Menteri Agama bersama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Presiden Republik Indonesia," jelas Nelson.
"Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU 1/PNPS/1965 yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Untuk itu, persyaratan formil-administratif dalam Pasal 3 harus terlebih dahulu dipenuhi sebelum Pasal 4 dapat diterapkan," sambungnya.
Namun, kata Nelson, hal tersebut tidak dilakukan dalam kasus ini, sehingga proses hukum menjadi sewenang-wenang karena prematur.