Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebut manajemen Holywings tidak bisa serta merta menyerahkan kasus dugaan penistaan agama yang menyeret nama perusahaanya kepada enam pegawainya yang kini berstatus sebagai tersangka. Lantaran itu, LBH Jakarta mendesak Holywings memberikan bantuan hukum kepada pegawainya tersebut.
Kepala Advokasi dan Pengacara LBH Jakarta Nelso Nikodemus Simamora menegaskan, bantuan hukum wajib diberikan kepada enam pekerja Holywings yang telah menyerahkan energinya untuk keberlangsungan tempat usaha bar dan restoran tersebut selama ini.
"Harus kemudian memberikan bantuan hukum. Didampingi selama mereka menjalani proses hukum. Karena apa? Mereka bukan nongkrong di jalan, mereka karena kerja. Kerja di mana? Di Holywings," kata Nelson saat dihubungi Suara.com pada Senin (27/6/2022).
Nelson juga menegaskan, Holywings harus tetap membayarkan upah keenam pekerja itu. Hal tersebut merujuk pada Pasal 53 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021.
Baca Juga: 6 Pegawai Holywings Indonesia Jadi Tersangka Promo Miras Gunakan Nama Muhammad dan Maria
"Enam pekerja tersebut berhak atas bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dalam hal mereka sedang ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana," kata Nelson.
Di samping itu, Nelson juga menyoroti unggahan permintaan maaf Holywings di akun Instagram miliknya yang menyebut keenam karyawannya yang saat ini berstatus tersangka, sebagai oknum. Hal itu menurutnya, pihak manajemen Holywings seperti ingin lempar tanggung jawab.
"Di Instagram mereka menyebut kesalahan enam oknum, ini mengikuti narasi Polisi dan TNI, kalau ada apa-apa, bilangnya oknum," kata Nelson.
Holywings Sampaikan Minta Maaf Lagi
Untuk diketahui dalam unggahan permohonan maafnya untuk kedua kali di akun Instagram resminya @holywingsindoensia yang dimuat pada Minggu (26/6/2022) kemarin, pihak manajemen Holywings menyebut jumlah 3.000 karyawannya yang bergantung hidup di perusahaan tempat hiburan malam tersebut.
Baca Juga: 6 Pegawai Holywings Jadi Tersangka Penistaan Agama soal Promo Miras, Ini Jabatan dan Perannya
"Kami memohon doa serta dukungan dari masyarakat Indonesia agar masalah yang terjadi bisa segera diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, demi keberlangsungan lebih dari 3000 karyawan di Holywings Indonesia beserta dengan keluarga mereka yang bergantung pada perusahaan ini," tulis akun @holywingsindoensia .
"Saat ini enam oknum yang bertanggung jawab terkait 'promosi' telah di tahan, menjalani proses hukum dan sudah ditangani oleh kepolisian serta pihak yang berwajib, kami pastikan akan tetap memantau perkembangan kasus ini, menindak tegas dan tidak akan pernah lepas tangan."
"Terima kasih untuk seluruh dukungan yang telah diberikan di postingan kami sebelumnya, tentunya kami dari mangement Holywings Indonesia telah membaca satu-per-satu segala bentuk kritik, saran & pendapat masyarakat terkait kelalaian kami. Kami berjanji akan menjadi lebih baik," isi permohonan maaf mereka.
Enam Orang Ditetapkan Tersangka
Dalam kasus dugaan penistaan agama yang menyeret Holywings Indonesia, Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan enam orang tersangka. Mereka adalah yakni EJD laki-laki 27 tahun selaku Direktur Kreatif Holywings Indonesia; NDP perempuan 36 tahun selaku Head Team Promotion; DAD laki-laki 27 tahun Designer Grafis, EA perempuan 22 tahun selaku Admin Tim Promo, AAB perempuan 25 tahun selaku Sosial Media Officers, dan AAM perempuan 22 tahun selaku Tim Promosi.
"EJD laki laki 27 tahun ini selaku Direktur Kreatif HW. Jadi ini jabatan tertinggi beliau sebagai direksi di situ. Perannya adalah mengawasi empat divisi, yaitu Divisi Kampanye, Divisi Production House, Divisi Grafik Designer, dan Divisi Sosial Media," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto.
Motif Holywings menyebarkan promosi minuman beralkohol gratis bagi pemilik nama Muhammad dan Maria untuk menarik pengunjung. Khususnya, bagi gerai yang angka penjualannya di bawah target 60 persen.
"Motif dari para tersangka adalah mereka membuat konten-konten tersebut untuk menarik pengunjung datang ke outlet HW khususnya di outlet yang presentase penjualannya di bawah target 60 persen," ungkap Budhi.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan juga Pasal 156 atau Pasal 156 A KUHP. Kemudian Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.
"Ancaman hukuman paling tinggi 10 tahun penjara," kata Budhi.