Suara.com - Kenaikan harga makanan dan bahan bakar minyak (BBM) diprediksi akan turut mendorong penduduk Asia, termasuk Indonesia, untuk segera beralih ke sepeda motor listrik, kata seorang pemerhati isu otomotif.
Pemerintah Indonesia menargetkan setidaknya 13 juta motor listrik akan berlalu-lalang di berbagai kota pada tahun 2030. Namun menurut data perusahaan pembiayaan, penyaluran kredit untuk pembelian motor listrik di Indonesia masih sangat rendah.
Asia selama ini menyumbang lebih dari setengah penjualan sepeda motor secara global. Di beberapa negara Asia, bisa dikatakan hampir semua keluarga memiliki motor.
Baca juga:
Baca Juga: Buatan Dalam Negeri, Motor Listrik Alessa eX3000 Siap Ramaikan Pasar Indonesia
- Ambisi biodiesel Indonesia: Untuk mengurangi gas emisi atau justru mendorong deforestasi?
- Raksasa otomotif China bersiap gusur Tesla lewat mobil listrik premium terbaru
- Seberapa siap pemerintah dukung industri motor listrik dalam negeri?
Thailand adalah negara dengan penggunaan sepeda motor per orang tertinggi di dunia. Setidaknya 87% rumah tangga di negara itu memiliki setidaknya satu motor. Motor yang paling sering digunakan penduduk Thailand berjenis skuter.
Indonesia berada di peringkat ketiga, dengan perkiraan sebesar 85% persen rumah tangga setidaknya mempunyai satu motor.
Peringkat kedua diduduki Vietnam dengan persentase mencapai 86%. Sementara China dan India, negara yang perusahaan lokalnya sudah memproduksi motor listrik, masing-masing memiliki persentase 60% dan 47%.
Sebagian besar sepeda motor di Asia saat ini menggunakan BBM. Namun para ahli transportasi menyebut peralihan besar ke motor listrik akan terjadi semakin cepat.
"Kami melihat ruang lingkup pertumbuhan yang sangat besar untuk penjualan motor listrik, terutama di Asia," kata Arushi Kotecha, periset isu otomotif di kelompok riset global Economist Intelligence Unit.
Baca Juga: Pembiayaan Sepeda Motor Listrik Masih Kecil, Permintaan Lebih Banyak dari Perusahaan
"Pendapatan masyarakat, terutama di luar China, seperti di India dan Asia Tenggara, rata-rata masih rendah, sehingga membuat mobil tidak terjangkau.
"Terutama pada masa seperti ini, ketika inflasi makanan dan bahan bakar sangat tinggi. Situasi ini akan menambah pengeluaran jika seseorang memiliki kendaraan yang menggunakan BBM.
"Itulah sebabnya kami memprediksi peralihan ke motor listrik akan jauh lebih cepat," ujarnya.
Tren di Indonesia
Namun tren yang terjadi di Indonesia, menurut Direktur Portofolio PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk, Harry Latif, berbeda dengan prediksi tadi.
Harry berkata, saat ini permintaan mobil dan sepeda motor listrik di Indonesia meningkat drastis. Akan tetapi realisasi kredit untuk pembeliannya jauh kecil dibandingkan kredit mobil dan motor konvensional.
"Dibanding tahun lalu memang naik 100 persen untuk penyaluran mobil dan motor listrik. Tapi presentasinya masih sedikit, yaitu 1 persen," kata Harry Latif kepada Kompas.com, Sabtu (25/06).
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ego Syahrial, berkata pemerintah mematok target bahwa penduduk Indonesia akan memakai 6 juta motor listrik pada 2025.
Target itu bertambah menjadi 13 juta motor listrik pada tahun 2030. Namun selama 2022, berharap terjadi konversi 1.000 sepada motor berbahan bakar minyak menjadi motor listrik.
Jumat pekan lalu, Kementerian ESDM meneken kerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pertamina untuk menggenjot realisasi target motor listrik.
PLN berjanji akan menyediakan infrastruktur kelistrikan berupa stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU), dan Home Charging Station.
Hingga Mei 2022, PLN tercatat sudah membangun 129 unit SPKLU.
Bagaimana kondisi pasar motor listrik di Indonesia?
Adira Finance mencatat, penyaluran kredit untuk pembelian kendaraan listrik di Indonesia masih rendah. Per Mei 2022, jumlah pembiayaan kendaraan listrik sekitar Rp800 juta atau hanya 1% dari total pembiayaan di sektor otomotif.
Menurut Harry Latif, hal itu disebabkan tingkat penjualan ritel kendaraan listrik di Indonesia juga masih rendah.
"Sejak tahun lalu kita sudah mendanai lima brand motor listrik dan juga beberapa mobil listrik. Tapi kita harus akui saat ini masih belum terlalu banyak karena secara penjualan dari agen tunggal pemegang merk pun demikian," kata Harry kepada Kompas.com.
ATPM adalah perorangan atau badan usaha yang ditunjuk oleh pabrik pemilik merek barang tertentu, untuk melakukan penjualan barang dalam jumlah besar.
Saat ini, kata Harry, dilihat dari pemakaian, kendaraan listrik masih berada di segmen fleet dan belum sampai ke ritel atau perorangan. Mayoritas pembeliannya dilakukan secara tunai.
Bagaimana perkembangan motor listrik di Asia?
Penjualan sepeda motor listrik di Asia diprediksi bisa dapat tumbuh tiga hingga empat kali lipat dari saat ini pada akhir dekade nanti, dengan permintaan global meningkat dengan jumlah yang sama, kata Kotecha dari Economist Intelligence Unit.
Sementara itu, sebuah laporan yang terbit awal tahun ini memperkirakan penjualan motor listrik di seluruh dunia akan berlipat ganda dari US$15,73 miliar (Rp232,7 triliun) pada 2020 menjadi US$30,52 miliar (Rp 451,5 triliun) pada 2030.
China saat ini mendominasi produksi motor listrik secara global, yang sebagian besar merupakan jenis skuter.
Penjualan sepeda motor listrik di China didorong oleh insentif dan promosi pemerintah sebagai upaya untuk membantu mengatasi polusi perkotaan. Di negara lain, seperti Kamboja dan Laos, industri ini pada dasarnya dimulai dari nol.
Tu Le, pendiri dan direktur pelaksana firma analisis otomotif China Sino Auto Insights, mengatakan "masih banyak kesulitan yang harus diselesaikan" sebelum motor listrik menjadi lazim di seluruh Asia.
Salah satu caranya adalah dengan memenuhi kebutuhan stasiun pengisian daya, yang menjadikannya pilihan yang lebih sulit di daerah pedesaan.
Sementara itu, pabrikan sepeda motor besar Jepang seperti Yamaha dan Honda sudah membuat model kendaraan listrik. Pasar motor listrik di Asia saat ini dipimpin sejumlah perusahaan baru, salah satunya Gogoro Taiwan.
Selain memproduksi motor listrik, Gogoro hadir dengan solusi untuk masalah pengendara yang harus berdiri saat mengisi daya motornya.
Pengguna Gogoro di Taiwan hanya perlu berkendara ke salah satu dari lebih dari 2.200 stasiun baterai dan menukar baterai mereka secara gratis. Stasiun luar ruangan beroperasi 24 jam dan diklaim mampu menahan angin topan maupun musim panas di Taiwan yang terik.
Kini Gogoro berencana membuat perangkat keras dan teknologi penukar baterai itu untuk mitra mereka di Asia, termasuk Hero di India, DCJ dan Yadea di China, dan Gojek di Indonesia. Gogoro juga bekerja sama dengan Yamaha.
Di saat beberapa perusahaan di sektor ini memiliki ambisi besar, beberapa perusahaan lainnya justru menghadapi masalah besar. Perusahaan India Ola Electric menjadi berita utama selama beberapa bulan terakhir karena motor listrik buatan mereka terbakar.
Dua perusahaan motor listrik India lainnya, Okinawa dan Jitendra New EV Tech, juga telah melaporkan kebakaran sejak akhir tahun lalu. Dalam semua kasus ini, kebakaran disebabkan baterai yang rusak.