Suara.com - Gubernur Jakarta Anies Baswedan diminta bertanggungjawab terhadap dampak sistemik yang ditimbulkan dari perubahan nama 22 jalan di Ibu Kota dalam rangka HUT ke-495 Jakarta.
Permintaan itu disampaikan anggota DPRD Jakarta Hardiyanto Kenneth. Menurut politisi PDI Perjuangan itu, kebijakan yang sesungguhnya baik dengan menjadikan nama tokoh-tokoh Betawi demi memperkenalkannya pada generasi muda sekaligus mengenang jasa pada tokoh tersebut, secara otomatis berdampak pada perubahan data administrasi warga, seperti Kartu Tanda Penduduk, BPKB, dan STNK.
"Perubahan nama jalan pasti berdampak sistemik, semua data administrasi warga akan berubah semua dan itu akan membuat masyarakat kesulitan. Ini Pemprov DKI mau tidak mau harus tanggung jawab. Kemudian menurut saya juga tidak ada urgensinya, untuk apa? Justru saya khawatir ke depannya akan menimbulkan banyak masalah," kata Kenneth dalam keterangan pers di Jakarta, hari ini.
Menurut Kenneth, seharusnya Anies dalam melaksanakan kebijakan harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat yang terdampak langsung terhadap perubahan nama jalan tersebut yang berefek pada perubahan berbagai jenis data administrasi.
Baca Juga: Siapa Nenek Hindun? Sosok yang Diusulkan Giring untuk Jadi Nama Jalan Jakarta
"Kasihan bagi warga yang tidak paham konsekuensi ke depannya, seharusnya dijelaskan bahwa nantinya akan merubah data penduduk, maupun unit usaha di sekitar jalan. Kan mereka pasti harus merubah sertifikat rumah, data alamat IMB, Kartu Keluarga, KTP, BPKB, dan STNK. Sedangkan untuk bisnis harus mengganti alamat dokumen, akta notaris, TDP, NPWP, dan SIUP yang butuh biaya tidak sedikit loh Pak Anies," kata anggota Komisi D itu.
Menurut Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI PPRA Angkatan LXII untuk mengeksekusi kebijakan tersebut, Anies dan jajarannya mau tidak mau harus bertanggung jawab terkait pembiayaan administrasi masyarakat yang datanya berubah, yang otomatis harus dicari solusi pembiayaannya.
"Permasalahannya yang saya khawatirkan cuma satu, uang untuk menanggung biaya tersebut mau diambil dari mana? Kalau mau dibebankan lewat APBD, saya rasa tidak mungkin. Saya yakin bahwa Anggota DPRD juga tidak akan setuju, termasuk saya. Apalagi pasca pandemi COVID-19 selama dua tahun ini APBD DKI Jakarta mengalami banyak sekali refocusing dan pengurangan anggaran, jadi tidak mungkin sekali jika diharuskan menanggung beban kebijakan yang seperti ini," tuturnya.
Menurut Kenneth, perubahan nama jalan ini tentunya memberikan kabar gembira kepada warga Betawi. Namun, Pemprov DKI juga harus berfikir terbuka terkait perubahan tersebut, jangan malah terkesan tidak terbuka kepada warga sekitar terkait dampak negatif dan positifnya.
"Gubernur Anies seharusnya bisa berfikir akan dampak negatif dan positifnya kebijakannya ini terhadap masyarakat Jakarta, meskipun sudah ada statement Dinas Dukcapil untuk menggratiskan semua biaya penggantian data KTP dan Kartu Keluarga, masyarakat pasti akan kerepotan bolak-balik ke Dukcapil untuk mengurus berkas tersebut dan pasti akan jadi beban tersendiri buat mereka," ujarnya.
Baca Juga: Sejarah Nama Jalan Warung Buncit, Mengandung Nilai Toleransi dan Inklusifitas Masyarakat Betawi
Lalu bagi masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor, untuk merubah datanya otomatis nanti pasti akan ada biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) lagi untuk penggantian material Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
"Pertanyaan saya, apakah Gubernur Anies mau menanggung seluruh biaya tersebut? Karena ke depannya pasti akan menjadi beban dan masyarakat akan direpotkan, serta harus menanggung biaya sendiri. Saya harap ada penjelasan dari Gubernur Anies Baswedan secara holistis, komprehensif dan integral," tutur Kenneth.
Kenneth juga meminta kepada mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu dalam masa akhir jabatannya ini jangan suka membuat kebijakan atau manuver yang nyeleneh yang dampaknya bisa menjadi beban dan menyusahkan orang lain.
"Jika berniat ingin mengganti nama jalan, coba jangan menyusahkan dan membebani masyarakat. Seharusnya kalau mau memberikan nama jalan baru, seharusnya cari jalan jalan yang belum bernama saja. Kan dalam membuat kebijakan seharusnya yang bisa mendatangkan manfaat buat masyarakat banyak, jangan malah bikin susah," ucap Kenneth.
Dia sendiri menyakini jika nama 22 jalan yang sebelumnya diganti mempunyai nilai historis tersendiri bagi masyarakat sekitar.
"Seharusnya Pak Anies bisa mempertimbangkan kembali hal tersebut, dalam membuat kebijakan jangan pakai ego, harus memikirkan kepentingan orang banyak dan jangan malah menyusahkan orang lain. Jangan nantinya di kemudian hari menuai reaksi keras dan muncul gugatan hukum dari masyarakat seperti yang terjadi di Kebumen, Jawa Tengah," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana DPD PDI Perjuangan Jakarta itu.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah mengabadikan sejumlah tokoh Betawi sebagai nama jalan, gedung dan zona khusus dalam rangka menjadikan Jakarta sebagai kota yang menghargai sejarah.
Pengabdian nama-nama tokoh Betawi pada ruang publik itu secara simbolis diresmikan di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan, pada Senin 20 Juni 2022 lalu. [Antara]