Suara.com - Jumlah korban meninggal dunia dalam gempa terburuk Afghanistan dalam dua dekade telah mencapai 1.000 orang, namun angka itu diperkirakan akan terus bertambah.
Seorang pekerja di satu-satunya klinik kesehatan di daerah pusat gempa menuturkan kepada BBC bagaimana mereka kewalahan lantaran ratusan orang datang dan memerlukan perawatan.
"Dari 500 pasien yang datang ke klinik sejak pagi, sebanyak 200 telah meninggal dunia."
Demikian penuturan Muhammad Gul, seorang staf klinik kecil di Gayan, sebuah distrik di Provinsi Paktika, bagian timur Afghanistan.
Baca Juga: Korban Gempa Afghanistan Bertambah, PBB Kirim Ratusan Tenda dan Ribuan Lampu Surya
Fasilitas kesehatan itu hanya punya lima ranjang, tapi gempa pada Selasa (21/06) membuatnya tak bisa digunakan.
"Semua ruangan klinik telah hancur," kata Gul kepada BBC.
Baca juga:
- 'Setiap jalan yang kami lalui, kami mendengar orang-orang berkabung atas kematian orang yang mereka cintai'
- Gempa Afghanistan, Aceh, Sulteng dan gempa-gempa mematikan di dunia dalam 100 tahun terakhir
- Gempa Afghanistan, lebih dari 1.000 orang meninggal: Taliban meminta bantuan internasional
Menurutnya, sebuah helikopter telah mengangkut sejumlah pasien dari distrik terpencil itu ke beberapa kota untuk dirawat. Adapun dua dokter klinik berupaya merawat para korban terdampak gempa dengan fasilitas seadanya.
Generator yang memasok listrik pun tidak bisa menyala terus karena bahan bakarnya terbatas. Janji bantuan dari provinsi-provinsi lain belum kunjung terwujud.
Baca Juga: 1.000 Orang Tewas, Taliban Kewalahan Tangani Dampak Gempa Afghanistan
Di tengah kondisi itu, korban terus berdatangan.
"Terdapat puluhan orang yang perlu bantuan medis darurat. Saya kira mereka tidak akan bisa bertahan hidup malam ini," kata Gul.
Gempa bermagnitudo 6,1 melanda kawasan timur Afghanistan, pada Selasa (21/06) pagi.
Rumah-rumah di area itu tidak dibangun dengan kokoh sehingga ambruk ketika terjadi getaran kuat. Akibatnya, ratusan rumah hancur dan diperparah oleh longsor.
Gayan adalah area yang paling parah terdampak gempa. Masyarakat di sana banyak yang terjebak reruntuhan bangunan ambruk.
Sejauh ini bencana tersebut telah menewaskan sedikitnya 1.000 orang dan mencederai 1.500 lainnya, menurut seorang pejabat Taliban. Jumlah itu diperkirakan bakal bertambah karena hujan deras dan medan terjal menghambat operasi penyelamatan.
Tidak ada UGD
Klinik kesehatan di Gayan didirikan oleh sejumlah lembaga bantuan asing, dua tahun lalu.
Semula klinik itu dimaksudkan untuk menangani pasien dengan keluhan kesehatan ringan. Apabila ada pasien kondisi berat, klinik tersebut merujuknya ke kota-kota besar agar pasien bisa menjalani perawatan lanjutan.
Karenanya, tidak ada unit gawat darurat di klinik itu.
Sejak kelompok Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan sejak Agustus lalu, lembaga-lembaga bantuan internasional angkat kaki dari negara itu sehingga sistem layanan kesehatan kekurangan obat-obatan dan staf.
Kementerian Pertahanan pimpinan Taliban kini memimpin upaya penyelamatan menyusul gempa dan kelompok itu telah memohon bantuan internasional.
Lembaga kemanusiaan di bawah PBB mengatakan sedang mengirim tim medis dan suplai ke kawasan terdampak. Lembaga-lembaga bantuan di Pakistan juga membantu.
Akan tetapi, banyak negara yang hubungannya dengan Afghanistan memburuk setelah Taliban melengserkan pemerintahan dukungan Barat. Pun banyak negara yang menerapkan rangkaian sanksi ke sektor perbankan Afghanistan dan negara itu mengalami krisis ekonomi.
"Sayangnya pemerintah kini menjalani sanksi, sehingga tidak mampu secara finansial untuk membantu orang-orang yang memerlukan," kata Abdul Qahar Balkhi, pejabat senior Taliban.
"Lembaga-lembaga bantuan internasional membantu, negara-negara tetangga, negara-negara di kawasan, dan negara-negara di seluruh dunia menawarkan bantuan, yang kami sambut dan apresiasi.
"Bantuan perlu ditingkatkan besar-besaran karena ini adalah gempa yang menghancurkan."
'Taliban tidak mampu menangani bencana ini'
Ketika pejabat gubernur Taliban mengunjungi Gayan pada Selasa (21/6), orang-orang meneriakinya, menyuruh dia pergi, kata seorang relawan dari distrik tetangga kepada BBC.
Relawan tersebut, yang datang membantu upaya penyelamatan, menuturkan bahwa sang gubernur dan para pejabat Taliban dari Kabul berjanji mengirimkan lebih banyak bantuan dan sumber daya.
"Taliban tidak mampu menangani bencana ini. Tidak ada sistem yang terpasang."
"Dan kami tidak bisa mengharapkan bantuan internasional. Dunia telah melupakan Afghanistan," sambungnya.
Bahkan sebelum Taliban mengambil alih kekuasaan, kemampuan sistem layanan darurat Afghanistan di kota-kota besar amat terbatas untuk merespons bencana alam. Hanya sedikit pesawat dan helikopter yang tersedia.
Menurut sejumlah pejabat medis Paktika, daerah itu amat kekurangan obat penahan nyeri dan antibiotik.
Anak-anak tanpa orang tua
Salah satu dokter yang bertugas di klinik distrik Gayan, sengaja datang dari distrik Ghazni untuk menolong para korban.
Saat dia datang, orang-orang mengerumuninya sambil memohon pertolongan.
Sang dokter memaparkan bahwa ada seorang ayah muda yang mengalami retak tulang pada bagian dada.
"Dia menangis dan meminta dipanggilkan anggota keluarganya yang lain. Dia meminta saya untuk membiarkannya meninggal jika mereka tidak hidup."
Dari pengamatan dokter tersebut, sebagian besar pasien adalah laki-laki. Sedangkan para perempuan dan anak-anak kemungkinan tidak mampu menyelamatkan diri dari reruntuhan bangunan ambruk.
Dia mengatakan beberapa anak di klinik datang tanpa didampingi orang tua mereka. Salah satunya bocah delapan tahun dengan kondisi luka parah.
"Bocah itu memohon-mohon khalayak membantu orang tuanya dan saudara-saudaranya yang terjebak di rumah mereka.
"Dia kemudian mendengar seseorang memberitahu saya bahwa semuanya telah meninggal. Dia menangis dan jatuh pingsan."
BBC telah ditunjukkan foto-foto yang memperlihatkan sejumlah warga dengan luka terbuka. Mereka menunggu dirawat di klinik.
Sejumlah jenazah dilaporkan bergelimpangan di area tersebut.
Belum ada petugas resmi yang berada di sana, namun masyarakat dari daerah-daerah tetangga telah datang untuk membantu.
Salah satu relawan dari Kota Urgun membantu menarik orang-orang yang terjebak reruntuhan.
Dia mengaku telah menemukan 40 jenazah sejak pagi dan sebagian besar adalah anak-anak.
Kalaupun ada yang bisa keluar dari reruntuhan dalam keadaan hidup, masa depan tampak suram.
"Kami tidak punya akses ke air bersih untuk memasuk luka dan cuacanya luar biasa panas. Saya kira infeksi akan segera menyebar," pungkas sang dokter relawan.
Sejumlah orang yang diwawancara tidak ingin nama mereka disebutkan dalam artikel ini.