Terjadi insiden di Gemeenteraad pada tahun 1929 yang menyebabkan pergeseran wakil kota Betawi (Batavia/Jakarta). Pemerintah mengganti jabatan dengan orang Belanda yang belum memiliki pengalaman, bukan malah diberikan kepada orang Betawi asli yang jauh lebih berpengalaman dan pantas untuk dijadikan wakil kota pada saat itu.
Tindakan pemerintah pada saat itu mendapat beragam reaksi keras dari fraksi nasional. Bahkan mereka mengambil langkah melakukan demo dan pemogokan kerja. Ternyata usaha mereka membuahkan hasil dan akhirnya Muhammad Husni Thamrin kemudian diangkat sebagai wakil wali kota Batavia.
Dua tahun sebelum pengangkatannya sebagai wakil wali kota, MH Thamrin justru lebih dulu ditunjuk sebagai anggota Volksraad untuk mengisi jabatan yang kosong oleh Gubernur Jenderal.
Selain itu, MH Thamrin juga dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali menjabat sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat) di Hindia Belanda, yang mewakili kelompok Inlanders (pribumi).
Thamrin juga menjadi salah satu tokoh penting dalam dunia sepak bola Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada saat itu. Ia pernah menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada tahun 1932 yang kemudian dana tersebut digunakan untuk mendirikan lapangan sepak bola khusus untuk rakyat Hindia Belanda yang pertama kali berada di daerah Petojo, Jakarta.
3. MH Thamrin Dianggap Sebagai Tokoh Politik yang Berbahaya bagi Belanda
Selama hidup, MH Thanrin yang merupakan seorang tokoh politik Indonesia telah banyak berjuang dalam forum politik baik nasional maupun internasional. Tercatat ia pernah dinyatakan sebagai tahanan rumah karena dianggap menjadi sosok politikus berbahaya oleh pemerintah Belanda.
4. Wafatnya MH Thamrin
Baru lima hari sejak berstatus sebagai tahanan rumah, MH Thamrin meninggal dunia pada 11 Januari 1941. Wafatnya MH Thamrin meninggalkan banyak kejanggalan. Ada yang menyatakan bahwa ia meninggal akibar sakit deman yang dideritanya. Ada pula yang mengindikasikan MH Thamrin bunuh diri hingga dibunuh.
Baca Juga: Sejarah Nama Jalan Warung Buncit, Mengandung Nilai Toleransi dan Inklusifitas Masyarakat Betawi
Jenazahnya kemudian dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Pada saat hari pemakaman, lebih dari 10.000 pelayat mengantarkannya ke tempat periatirahatan terakhir. Beberapa hari sebelum ia meninggal, pemerintah kolonial telah melakukan tindakan yang kasar terhadap dirinya.