"Pihak Kemenag bagian konsumsi di bandara selalu meng-update kita kalau ada keterlambatan. Sebab, jarak Indonesia ke sini 9 jam, jadi pasti mereka tahu lah info dari sana. Ditambah lagi dari Flight Radar, tim kita memantau dari situ," kata Fahad.

Apalagi, sekarang ada fast track, layanan keimigrasian yang super cepat. Alhasil, kecepatan penyajian dan ketepatan dalam mengantarkan makanan menjadi hal yang menjadi sorotan.
"Sekarang ini ada yang namanya fast track. Itu sangat cepat. Bayangkan, dari pesawat parkir hingga bus, jemaah hanya membutuhkan waktu cuma 30 menit. Kalau layanan biasa, itu bisa sampai 1,5 jam," kata dia.
Fahad memiliki tim yang cukup mumpuni untuk melayani konsumsi jemaah haji Indonesia. Total karyawannya 38 orang. Ada tambahan 6 orang pekerja gudang. Jadi, semuanya 44 orang. Nah, untuk distribusi, Fahad memiliki 6 orang per shift. Jadi, penyaluran makanan dijamin antimolor.
Uniknya, imbuh Fahad, seluruh chef yang menyiapkan makanan merupakan orang Indonesia. Ada 9 orang chef di sana. Alhasil, makanan yang dimasak sesuai dengan cita rasa Indonesia, sesuai dengan kontrak dari Kemenag.
Siap 24 jam
Kepala Daker Bandara, Haryanto, mengatakan Golden Guest ini mesti siap 1x24 jam memasak konsumsi untuk jemaah haji. Proses masaknya pun mesti berada di dapur, karena hal tersebut berada di kontrak.
"Prosesnya untuk masak semuanya ada di dapur ini. Pasalnya, di dalam kontrak, perusahaan itu salah satunya harus memiliki dapur dan bisa untuk memasak langsung," kata Haryanto.
Hal ini bukan tanpa alasan. Pemerintah ingin konsumsi masih hangat ketika didistribusikan ke jemaah setelah mereka tiba di Bandara King Abdulaziz hingga memasuki bus menuju Makkah.
Baca Juga: Arab Saudi Laporkan Kasus Baru Covid-19, Jemaah Calon Haji Indonesia Diminta Waspada

Menurut Haryanto, penyaluran konsumsi di Bandara Internasional Muhammad bin Abdulaziz alias Bandara Madinah dan Bandara King Abdulaziz memang berbeda.