Suara.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut Taliban menolak upayanya untuk membantu dana kemanusiaan. Bahkan penguasa Afganistan itu mengganggu pengiriman bantuan ke negara tersebut.
Menurut hasil laporan Reuters, bank-bank internasional waspada terhadap pengujian saksi PBB dan Amerika Serikat sejak Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus tahun lalu. Kondisi tersebut membuat kelompok-kelompok bantuan harus berjuang untuk menyediakan cukup uang agar tetap bisa beroperasi.
"Sistem perbankan formal terus memblokir transfer karena upaya menghindari risiko yang berlebihan, berdampak pada saluran pembayaran dan menyebabkan gangguan dalam rantai pasokan," kata kepala bantuan PBB Martin Griffiths kepada Dewan Keamanan, Kamis (23/6/2022).
Atas kondisi itu pula, PBB telah mencoba untuk memulai sistem Fasilitas Pertukaran Kemanusiaan (HEF) untuk menukar jutaan dolar bantuan ke mata uang Afghanistan untuk mencegah munculnya krisis ekonomi.
Baca Juga: Setelah Surya Paloh, AHY Bakal Sambangi Prabowo di Kertanegara Malam Ini
"Kami telah melihat kemajuan yang terbatas karena perlawanan oleh otoritas de facto. Ini adalah masalah yang tidak akan selesai dengan sendirinya," ujar Griffiths.
Ia mengatakan bahwa sampai sistem perbankan formal Afghanistan dapat beroperasi dengan baik lagi, PBB perlu memastikan Fasilitas Pertukaran Kemanusiaan aktif dan berjalan.
Sementara itu, Griffiths juga menyampaikan bahwa sekitar setengah dari kelompok bantuan yang baru-baru ini disurvei oleh PBB melaporkan kesulitan mentransfer dana ke Afghanistan.
Setidaknya terdapat dua pertiga dari kelompok bantuan menyebutkan kurangnya uang tunai yang tersedia di Afghanistan sebagai penghambat program mereka.
Griffiths juga menyebut kalau otoritas Taliban juga semakin mengganggu pengiriman bantuan kemanusiaan. Meskipun sebelumnya mereka pernah berjanji kepada pejabat PBB pada September bahwa mereka tidak akan melakukannya.
Baca Juga: Wirda Mansur Tak Tahu BTS Tapi Ngaku Ketemu, Netizen Auto Bandingkan Dengan Luna Maya
"Otoritas nasional dan lokal semakin berupaya memainkan peran dalam pemilihan penerima manfaat dan menyalurkan bantuan kepada orang-orang dalam daftar prioritas mereka sendiri, dengan alasan tingkat kebutuhan yang hampir universal," ujarnya.
"Kami juga melihat lebih banyak tuntutan oleh Taliban untuk data dan informasi berkaitan dengan anggaran dan kontrak kepegawaian," sambungnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa kelompok-kelompok bantuan menghadapi kesulitan terus-menerus ketika mereka mencoba mempekerjakan perempuan Afghanistan dalam fungsi-fungsi tertentu.
Griffiths mengatakan PBB hanya menerima sepertiga dari 4,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 65,3 triliun yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan di Afghanistan pada 2022.
"Kami tidak memiliki cukup dana." (ANTARA)