Dengan demikian, dalam pengendalian lonjakan harga cabai di pasaran tidak bisa dilakukan secara instan.
"Permintaan cabai dari masyarakat itu stabil, sementara produksi dari petani turun. Ketika produksi turun tetapi permintaannya stabil, otomatis harganya naik, apa pun komoditasnya," kata Jaka.
Lebih lanjut, dia mengakui produksi cabai di Banyumas belum bisa memenuhi kebutuhan lokal, sehingga harus mendatangkan dari luar daerah.
Dalam hal ini, kata dia, sebagian besar pasokan cabai di Banyumas berasal dari Temanggung dan Wonosobo.
"Produksi cabai di Banyumas hanya mampu kebutuhan lokal sekitar 20 persen, selebihnya dari luar daerah, khususnya Temanggung dan Wonosobo," katanya menegaskan.
Menurut dia, lonjakan harga cabai yang terjadi saat sekarang memotivasi petani untuk menanam komoditas tersebut.
Bahkan, petani yang tidak biasa menanam cabai pun ikut menanam komoditas tersebut dengan harapan bisa menikmati harga yang tinggi dan mendapat untung besar.
Akan tetapi saat panen dan produksinya melimpah, harga cabai pun akan turun.
"Menurut saya, ini harus dicermati, sentra-sentra mana yang banyak (tanaman cabainya). Ini kalau konteksnya TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah), kita tidak bisa mengandalkan Kabupaten Banyumas, mestinya ini tugas provinsi, bukan kami melempar ya," katanya.
Baca Juga: Harga Bawang dan Cabai Makin Pedas, Menko Airlangga: Tanaman Musiman
Dalam hal ini, kata dia, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu menggerakkan sentra-sentra cabai agar pasokan bisa mendekati permintaan, sehingga fluktuasi harga tidak terlalu ekstrem. (Antara)