Presiden Jokowi: Saya Dapat Informasi 60 Negara Akan Ambruk Ekonominya

Selasa, 21 Juni 2022 | 14:24 WIB
Presiden Jokowi: Saya Dapat Informasi 60 Negara Akan Ambruk Ekonominya
Jokowi saat menyampaikan arahan dalam sidang kabinet paripurna. [Sekretariat Presiden]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkap fakta mengejutkan yang diterimanya. Ia mengatakan 60 negara akan ambruk perekonomiannya, dengan 42 negara dipastikan menuju keruntuhan perekonomian.

Informasi tersebut didapatkan Presiden Jokowi dari Bank Dunia hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kabar itu disampaikan Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Tahun 2021 PDI Perjuangan di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan.

"Bank Dunia menyampaikan, IMF menyampaikan, UN/PBB menyampaikan, terakhir baru kemarin, saya mendapatkan informasi 60 negara akan ambruk ekonominya, 42 dipastikan sudah menuju ke sana," kata Jokowi di Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (21/6/2022).

Mengenai nasib Indonesia, Presiden Jokowi memastikan negara yang dipimpinnya tidak masuk dalam kelompok yang perekonomiannya terancam. Kendati demikian, ia tetap minta Indonesia untuk waspada.

Baca Juga: Putra Jokowi Disebut-sebut Masuk Kriteria Pilgub 2024, Gibran: Saya Fokus di Solo Dulu

Apalagi, jika sampai 42 negara perekonomiannya sampai ambruk, maka sulit untuk mendapatkan bantuan internasional. 

"Siapa yang mau membantu mereka kalau sudah 42 (negara ambruk)? Mungkin kalau masih satu, dua, tiga negara krisis bisa dibantu mungkin dari lembaga-lembaga internasional," ujar Jokowi.

"Tapi kalau sudah 42 dan nanti bisa mencapai 60 (negara), kita tidak mengerti apa yang harus kita lakukan," imbuh orang nomor satu di Indonesia ini.

Karena itu, Presiden Jokowi meminta sudah seharusnya Indonesia waspada agar tidak mengalami situasi tersebut. Ia juga meminta para kader PDI Perjuangan untuk berjaga-jaga, meningkatkan kewaspadaan, dan berhati-hati.

"Ada hal yang sangat kita perlukan. Saya kira Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri) tadi sudah mengingatkan kita semuanya tentang itu. Hati-hati mengenai ini, kita tidak berada pada posisi normal," tegas presiden.

Baca Juga: Dipuji Jokowi Cantik, Megawati Soekarnoputri Langsung Tersipu Tutupi Wajahnya

Menurut Jokowi, perubahan kondisi global berpotensi memicu potensi krisis mengerikan di dunia. Di antaranya krisis keuangan, krisis pangan hingga krisis energi.

"Begitu muncul krisis keuangan, masuk ke krisis pangan, masuk ke krisis energi, mengerikan. Saya kira kita tahu semuanya, sudah satu, dua, tiga negara yang mengalami hal itu," jelas Jokowi.

"(Negara) tidak punya cadangan devisa, tidak bisa beli BBM. Tidak punya cadangan devisa, tidak bisa beli pangan tidak bisa impor pangan karena pangan dan energinya impor semuanya. Kemudian terjebak juga kepada pinjaman utang yang sangat tinggi," lanjutnya.

Sebagai contoh, harga bahan bakar minyak di Indonesia tergolong rendah, antara lain Pertalite masih Rp7.650 per liter dan Pertamax Rp12.500 per liter. Jokowi sendiri menyebut harga itu bukan harga sebenarnya, dan pemerintah telah bersubsidi sangat besar.

"Hati-hati, ini bukan harga sebenarnya lho, ini harga yang kami subsidi dan subsidinya besar sekali. Saya berikan perbandingan saja, harga bensin, harga BBM di Indonesia, Pertalite tadi Rp7.650, Pertamax Rp12.500-13.000," beber Jokowi.

"Coba kita tengok di Singapura, harga bensin sudah Rp31.000, di Jerman harga bensin juga sama Rp31.000, di Thailand sudah Rp20.000, kita masih Rp7.650; tapi ini yang harus kita ingat, subsidi kita ke sini bukan besar, besar sekali," imbuhnya.

Tak tanggung-tanggung, Jokowi menyebut harga BBM yang disubsidi pemerintah mencapai Rp502 triliun. Jumlah itu menurutnya bisa dipakai untuk membangun satu ibu kota.

"Besar sekali, bisa dipakai untuk membangun satu ibu kota. Sampai kapan kita bisa bertahan dengan subsidi sebesar ini? Kalau kita tidak mengerti angka ini, kita tidak merasakan betapa sangat beratnya persoalan saat ini," tegas Jokowi.

"Bangun Ibu Kota (Nusantara) Rp466 triliun, ini untuk subsidi; tapi tidak mungkin ini tidak kami subsidi, akan ramai. Kami juga ada hitung-hitungan sosial politiknya juga kami kalkulasi," pungkasnya. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI