Suara.com - Panitia pelaksana Persib Bandung dianggap lalai mengantisipasi membludaknya penonton dalam laga melawan Persebaya Surabaya pada Jumat (17/6) sehingga mengakibatkan dua suporter meninggal karena diduga terjatuh dan terinjak saat berdesak-desakan masuk ke Stadion Gelora Bandung Lautan Api.
Data organisasi Save Our Soccer menyebut tewasnya dua suporter Bobotoh itu membuat jumlah korban yang meregang nyawa sejak Liga Indonesia digelar pada 1994 menjadi 78 orang.
Kelompok suporter bobotoh, Viking Persib Club, menyebut selain dua bobotoh meninggal, ada tujuh orang pingsan dan dua orang terjatuh sehingga mengalami luka.
Komisi Disiplin PSSI sudah menerjunkan tim investigasi untuk menyelidiki insiden tersebut.
Baca Juga: Buntut Tragedi di GBLA, Bobotoh Gelar Aksi Unjuk Rasa: Manajemen Persib Tak Pernah Dengar Suara Kami
Baca juga:
- Kasus pengaturan skor sepak bola Indonesia: 'Penjudi menyogok dari manajer hingga pemain'
- Elkan Baggott: 'Saat mendengar Indonesia Raya, langsung terasa begitu spesialnya momen besar bermain untuk negara saya'
- Timnas Indonesia lolos piala dunia sepak bola amputasi: Dilepas dalam sunyi, pulang bawa prestasi
Insiden yang menimpa dua suporter Persib Bandung itu terjadi dalam laga Persebaya Surabaya melawan Persib Bandung pada lanjutan Grup C Piala Presiden 2022.
Pertandingan ini menjadi perhelatan besar sepak bola Indonesia yang digelar dengan kehadiran penonton.
Lantaran masih dalam kondisi pandemi, Satgas Penanganan Covid-19 meminta penyelenggara PSSI tetap menerapkan protokol kesehatan khususnya penggunaan masker. Serta menerapkan kapasitas maksimal penonton di stadion sebesar 75%.
Ketua Komite Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Erwin Tobing, mengatakan pihak panitia penyelenggara lokal yakni Persib Bandung semestinya mematuhi aturan itu dengan menjelaskan kepada suporter bahwa ada pembatasan kapasitas.
Baca Juga: Kenapa 2 Orang Bobotoh Meninggal? Ini Penyebab Kematian Suporter Persib Bandung
"Ini sudah dua tahun masyarakat enggak nonton sepak bola akibat pandemi Covid-19, jadi begitu ada kesempatan mereka sangat antusias. Kita (panitia lokal) tidak bisa menerima penuh ada pembatasan. Tapi masyarakat tidak tahu, nah bagaimana masyarakat tahu bahwa masuk itu dibatasi jumlahnya," ujar Ketua Komdis PSSI, Erwin Tobing, kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (19/6).
Karena itulah Komdis, kata Erwin, menerjunkan tim investigasi untuk menyelidiki peristiwa meninggalnya dua suporter Persib Bandung tersebut.
Tim tersebut akan mengumpulkan data mulai dari sosialisasi panitia lokal Persib Bandung soal pembatasan kapasitas, penjualan tiket, protokol masuknya penonton ke dalam stadion, hingga pengendalian kerumunan.
Pihak yang akan disambangi tim mulai dari kelompok suporter bobotoh, pihak keluarga korban, dan panitia.
"Banyak faktor yang kita pelajari dan di mana luputnya? Sejatinya data dikumpulkan untuk melihat apakah ada kelemahan-kelemahan dalam kepanitiaan lokal?"
Erwin Tobing tidak menjelaskan sampai kapan tim investigasi bekerja. Yang pastinya kata dia, "akan bekerja secepatnya".
Jika hasil temuan tim ditemukan ada kelalaian, maka pimpinan PSSI yang akan menentukan bentuk sanksinya.
"Kalau panitia lokalnya keliru, tentu ada sanksi untuk perbaikan sehingga tidak terulang lagi dalam pertandingan berikutnya."
Namun begitu PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) sebagai operator turnamen Piala Presiden 2022 mengatakan Persib Bandung terancam menjalani laga tanpa penonton.
"Bisa macam-macam. Bisa dipindahkan, bisa tanpa penonton, kami ikut rekomendasi kepolisian," kata Direktur Utama PT LIB, Akhmad Lukita di Bandung, Sabtu (18/6).
Bagaimana peristiwa itu terjadi?
Dua suporter Persib Bandung yang meninggal itu adalah Asep Ahmad Solihin yang merupakan warga Cibaduyut, Jawa Barat, dan Sopian Yusup, seorang warga Bogor.
Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Aswin Sipayung, menduga keduanya meninggal karena terjebak di antara antrean penonton yang hendak masuk.
"Jadi, dugaannya itu adalah tidak sabar ingin masuk, terburu-buru. Padahal sudah diimbau agar antre dan antreannya juga sudah ada, kemudian diminta menunjukkan tiket baik dari telepon genggam maupun tiket karcis atau hard copynya," kata Aswin Sipayung pada Sabtu (18/6) seperti dilansir republika.co.id
Humas Polda Jabar, Kombes Pol Ibrahim Tompo, bahkan mengatakan ada penonton yang tidak mempunyai tiket memaksa masuk ke stadion.
"Jadi suporter memaksa dan menjebol pintu," paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Viking Persib Club (VPC), Yudi Baduy, mengatakan selain dua bobotoh yang meninggal, ada tujuh orang yang pingsan dan dua orang terjatuh sehingga salah satunya mengalami luka yang harus dijahit.
Yudi menduga, jumlah korban pingsan atau luka lebih dari yang dilaporkan.
"Itu (laporan) yang kita terima, sebelum tahu ada yang meninggal karena yang meninggal itu kita tahunya begitu beres pertandingan. Begitu beres pertandingan, kita dapat konfirmasi ya langsung menuju ke Rumah Sakit Sartika Asih," papar Yudi kepada wartawan Yuli Saputra di Bandung, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (19/6).
"(Bobotoh) yang jatuh, Alhamdulillah aman, yang pingsan sudah siuman kembali. Ada yang sempat dibawa ke Rumah Sakit Al Islam, yang jatuh dijahit, itu enggak apa-apa," sambungnya.
Kata Yudi, insiden tersebut terjadi karena dua hal.
Pertama, antusias suporter yang tinggi hingga jumlah penonton membludak meskipun panitia pelaksana Persib Bandung sudah membatasi penjualan tiket.
Kedua, kelemahan pengaturan arus penonton di pintu masuk stadion yang tak mampu membendung banyaknya penonton.
"Euforianya kemarin memang luar biasa karena sudah lama enggak menyetadion. Kedua, dari sisi pengaturan arus harus diperbaiki di pintu masuk. Bagusnya memang ada dua ring, cuma kemarin ada satu ring. Artinya, massa terkumpul di satu ring. Kepadatannya ada di sana, tercampur semua di sana, desak-desakan, dorong-dorongan, seperti itu sih," papar Yudi.
Menurut data organisasi Save Our Soccer, Sopian dan Solihin merupakan korban ke-77 dan 78 yang meregang nyawa sejak Liga Indonesia digelar pada 1994.
Para korban meninggal karena berbagai sebab, mulai dari bentrok dengan sesama suporter, bentrok dengan aparat keamanan, dan kecelakaan.
Adapun data dari match summary seusai laga menyebutkan jumlah penonton di laga Persib melawan Persebaya mencapai 37.872 orang.
Dengan begitu artinya kursi penonton di Stadion Gelora Bandung Lautan Api hampir terisi penuh atau mencapai 99,9%. Pasalnya kapasitas stadion 38.000 orang.
Manajemen PT Persib Bandung Bermartabat selaku panitia pelaksana menyampaikan duka cita melalui laman Persib.co.id sekaligus menyayangkan insiden tersebut dapat terjadi.
"Saat ini kami terus berkoordinasi secara intens dengan pihak yang berwajib, agar permasalahan ini dapat terselesaikan dengan baik," tulis pernyataan resmi tersebut yang disiarkan Sabtu (18/6).
Namun hingga berita ini ditulis General Coordinator Panpel Persib, Budi Bram Rachman, belum merespons permintaan wawancara BBC News Indonesia baik melalui pesan singkat, maupun sambungan telepon.
Tapi sebelumnya mereka mengatakan hanya menyiapkan 15.000 lembar tiket pada turnamen Persib Bandung kontra Persebaya Surabaya.
'Harusnya bisa diantisipasi'
Pengamat sepak bola, Mohamad Kusnaeni, mengatakan peristiwa yang terjadi pada Jumat (17/6) lalu itu semestinya bisa diantisipasi oleh pihak panitia pelaksana Persib Bandung.
"Logikanya dua tahun enggak nonton bola, harusnya sudah diantisipasi ada euforia yang luar biasa penonton ke stadion," jelas Kusnaeni kepada BBC News Indonesia, Minggu (19/6).
Antisipasi itu, katanya, bisa dengan memperbanyak aparat keamanan dan memperketat masuknya orang ke stadion mengingat jumlah penonton yang dipastikan bakal membludak.
"Kan bukan hal yang baru zaman sekarang nonton pakai barcode [kode batang]. Orang nonton enggak pakai barcode, enggak bisa masuk sudah dilakukan di mana-mana."
"Di Singapura mau nonton, enggak pakai gelang barcode enggak bisa masuk. Di Indonesia juga bisa diterapkan, tinggal kepatuhan kita."
Tapi lebih dari itu, menurut Kusnaeni, insiden ini harus menjadi yang terakhir karena sudah mengkhawatirkan.
Catatannya dalam 10 tahun terakhir ada sembilan kematian suporter ketika pertandingan sepakbola digelar.
"Buat saya satu nyawa terlalu berharga untuk sebuah pertandingan sepak bola. Enggak boleh terjadi lagi."
Pembenahan suporter, panitia dan keamanan
Kusnaeni menilai pembenahan harus dilakukan secepatnya jika tidak mau kejadian yang sama terus berulang. Mulai dari suporter, panitia pelaksana, hingga pihak keamanan.
Suporter sepakbola Indonesia, katanya, kerap tidak tertib dan tak patuh pada aturan. Setiap kali ada pertandingan selalu memaksa masuk sampai menjebol pintu stadion.
"Pola pikir itu harus diubah. Kalau enggak punya tiket, enggak usah datang. Nonton di televisi, layanan streaming, radio."
Sementara panitia pelaksana lokal, menurutnya, tidak tegas menerapkan sistem yang diberlakukan. Dalam banyak kasus, panitia pelaksana lokal kadang lemah terhadap tekanan penonton tak bertiket yang memaksa masuk stadion.
Padahal kalau itu dibiarkan akan memicu persoalan serupa.
"Jadi harus dipastikan yang enggak punya tiket, enggak akan masuk sampai kapan pun. Bahkan enggak bisa masuk ke area ring stadion. Panitia harus pastikan itu, enggak bisa tawar-menawar."
"Di awal pasti ada benturan, tapi kalau enggak, enggak akan pernah naik kelas suporternya jadi beradab."
Adapun untuk aparat keamanan harus tegas menjatuhkan sanksi atau hukuman bagi penonton yang berbuat vandalisme.
"Mereka yang enggak punya tiket dan maksa masuk dengan gedor stadion serta merusak fasilitas harus diperkarakan."
Di antara ketiga persoalan itu, pekerjaan rumah panitia pelaksana menjadi yang terberat. Sebab jika mereka bisa tegas dan benar-benar menjalankan sistem yang telah dibuat, secara tidak langsung akan mendidik para suporter taat pada aturan.
"Kalau mau jadi pro, ya memang akan mengalami proses ini. Tapi ujungnya yang menikmati panitia juga dan panitia jadi lebih ringan ke depannya."
"Kalau enggak mau capek, jangan gelar pertandingan."